31

2.9K 267 70
                                        

Keadaan Tiyo makin baik. Hanya tinggal selang infus di tangannya. Pagi itu saat membuka mata, dia melihat Lexi sudah berdiri di samping ranjang, sambil bersedekap dengan pandangan tajam seakan dia sengaja menunggu Tiyo bangun. 

Melihat Lexi, Tiyo langsung duduk tegak. Dia memandang ke seluruh ruangan, dan hanya ada mereka berdua. Tiyo hendak turun dari ranjang untuk mencari Embun tapi kata kata Lexi, "Apa seperti ini caramu membalas budi karena aku dan ibuku sudah menyelamatkanmu?!" Menjeda kaki Tiyo turun dari ranjang.

"Aku tidak memintamu menyelamatkan aku." Kata Tiyo dingin. Lexi tersenyum sinis, sekilas senyum sinisnya memang mirip dengan Tiyo.

"Jika bukan karena kita memang bersaudara, aku juga tidak ingin menolongmu! Aku malah ingin membunuhmu di tempat kemarin." Kata kata Lexi terdengar tajam.

"Lakukan. Tidak ada yang melarangmu." Tiyo tetap turun dari ranjang, berdiri di hadapan Lexi. "Menolongku untuk mengakui kalian?! Jangan bermimpi." Tiyo menatap mata Lexi.

"Aku tidak butuh pengakuan darimu. Tapi ibu membutuhkannya. Dia sudah menceritakan semuanya. Dia bahkan rela menjadi pembantu di rumahmu hanya untuk bisa berada dekat denganmu!" Lexi merenggut kerah kemeja rumah sakit Tiyo.

Tenaga Tiyo sudah pulih, cengkraman itu dia cengkram balik dan menurunkan tangan adiknya dari pakaiannya.

"Keluargaku, hanya Embun. Jika orang yang memungutku saja cukup ku anggap sebatas hubungan balas budi, apalagi keluarga yang membuangku, itupun jika benar kalian keluarga kandungku."

Lexi mengepal tangannya geram.

"Membuang?! Justru keluarga yang memungutmu itu yang menculikmu saat kamu bayi!" Tegas Lexi.

Tiyo menatap mata Lexi tajam, tatapannya menusuk bersamaan dengan aura berbahaya yang memantul keluar dari tubuhnya. Lexi tidak gentar, dia juga toh seorang prajurit. Tapi Lexi bisa merasakan kakaknya ini memang bukanlah orang sembarangan sejak pertama mereka bertemu.

Melihat sikap Tiyo, mimpi rasanya jika ibunya akan mendapat pengakuan darinya. Hati laki laki ini sudah terlalu keras, tapi jika lewat Embun mungkin bisa.

"Anggap saja, anak yang dimaksud ibumu itu sudah benar benar meninggal." Kata Tiyo dengan nada dingin lalu menarik selang infusnya kasar sampai terlepas dari tangannya lalu melangkah melewati Lexi tanpa berpikir menoleh atau berkata apapun lagi.

Tiyo menyusuri lorong dengan wajah kesal. Tidak hanya kesal pada Lexi tapi juga pada Embun. Dia tidak suka jika saat membuka mata Embun tidak ada didekatnya. Tiyo keluar dari lift di lantai dasar. Wajahnya yang tak asing sekaligus apa yang dia cari sudah mampu di tebak suster suster yang bertugas, dokter yang sedang melintas dan satpam yang masih menjaga pintu masuk.

"Pak, istrimu ada di ruangan dokter kandungan. Sepertinya ada masalah serius…"

Tidak menunggu dokter itu selesai bicara, Tiyo langsung berjalan ke arah yang ditunjuk dokter itu. Tanpa mengetuk Tiyo langsung membuka pintunya kencang.

Seorang dokter berkacamata dan suster yang membantu di sampingnya tersentak kaget mendengar benturan pintu. Tiyo mengepal tangannya saat melihat istrinya yang berbaring sedang menangis lalu dia berjalan seperti orang kesetanan mendekati dokter kemudian merenggut kerah jubah putihnya dan mengangkatnya tinggi, "Apa yang kamu lakukan pada istriku HAH?! APA!!"

Perhatian Tiyo terbagi, dia memandang wajah dokter yang ketakutan itu sekaligus menoleh pada istrinya yang masih mengusapi air matanya. Tiyo melepaskan cengkraman itu lalu mendekat pada Embun, "Ada apa?! Apa hasilnya buruk?!" Tanya Tiyo sambil mengusapi pipi Embun yang basah. Embun lalu menutup wajahnya menangis makin hebat.

Mysterious HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang