19

2.7K 232 37
                                    

Tiyo dan Embun kembali ke rumah. Saat masuk ke dalam kamar Embun menelan ludah dalam dalam karena teras kamarnya sudah berubah menjadi tembok. Lagi lagi Embun tidak berdaya dengan sikap suaminya.

"Akan ada box bayi di situ." Kata Embun saat Tiyo masuk ke kamar. 

"Tidak. Dia akan tidur di kamar lain. Tidak di sini." Kata Tiyo sambil membuka lemari pakaian kemudian masuk ke kamar mandi. Embun terkekeh sambil menggeleng.

Embun merapikan ranjang. Tiyo lalu keluar dari kamar mandi sudah mengenakan kemeja. "Ayo ganti plaster luka di pipimu. Aku takut lukanya malah semakin memburuk, aku tidak mau ada noda di pipimu." Tiyo duduk di samping Embun, mulai membuka plaster luka itu pelan pelan.

Satpam membukakan pintu pagar, sedang Diana yang baru turun dari taksi melihat dengan wow rumah Tiyo. "Si Om kaya juga rupanya." Kata Diana.

"Saya sepupunya Embun." Kata Diana memperkenalkan diri. Satpam langsung membawa kopernya dan mengajak Diana masuk ke dalam. Diana bahkan bertanya dimana letak kamar Embun, dan satpam itu menunjukkannya.

Diana hendak memberi kejutan pada sepupunya itu. Dia sudah berada di depan pintu dan hendak mengetuk, tapi yang ada dia malah mendengar suara Embun,

"Aduh pelan-pelan dong, sakit!"

"Gimana bisa pelan sih? Ini emang harus begini, emang bakalan sakit! Udah kamu jangan ngerintih aja, diem gitu. Aku jadi gak konsen." Suara Tiyo terdengar menimpali.

"Ya tapi sakit! Coba aja kamu yang ada di posisi aku!"

"Gigit tangan aku nih, gigit! Biar gak ngertintih terus,"

Wajah Diana bersemu merah. Ini jam delapan pagi? Dan mereka melakukannya di waktu ini dengan suara yang bahkan sampai terdengar keluar?! Diana mengingat seperti apa lebam lebam biru samar dibadan sepupunya… jika Embun sampai merintih seperti itu… Diana takut lama lama nyawa Embun melayang di atas ranjang.

"Gue akan adukan ini ke Om Dirga! Gue yakin Tiyo bakalan disuruh menceraikan Embun!" Gumam Diana lalu tanpa dosa membuka pintu begitu saja. "BERHENTI!!" teriak Diana sambil memejamkan mata tapi mengunuskan jari telunjuknya seakan menunjuk Tiyo yang kepergok sedang melakukan tindakan penyiksaan.

"Embun! Cepet pake baju lo dan kita pergi dari sini! Lo jangan takut! Ada gue! Gue bisa karate," kata Diana dengan sungguh-sungguh.

Tiyo masih memegang plaster luka yang tinggal separuh masih menempel di pipi Embun, sedang Embun benar benar menggigit lengan berotot Tiyo menahan sakit. Melihat tingkah Diana, keadaan beberapa detik menjadi hening. Sampai Embun melepaskan gigitannya di lengan Tiyo… meninggalkan bekas gigitannya di sana.

"Diana?! Lo kenapa?" Tanya Embun.

Diana membuka mata. Melihat Embun dan Tiyo duduk di ranjang bahkan sepasang suami istri itu berpakaian. Plaster luka masih bergelayutan di pipi Embun. 

"Gue kira kalian lagi… " Diana tidak bisa menahan malunya. "Gue tunggu di ruang tamu!" Diana keluar, sambil menutup pintu dari luar. Embun dan Tiyo terkekeh bersama.

"Ayo selesaikan ini. Aku harus pergi bekerja." Kata Tiyo, lalu kembali memegang plester luka itu. 

"Sakit…" keluh Embun manja.

Mata Tiyo menggelap seketika. Satu tangannya memegang leher belakang Embun dan dengan liar menikmati bibir itu. Embun terhanyut. Dan saat itulah Tiyo menarik begitu saja plaster luka dari pipi Embun.

Kemudian dia menjauhkan diri dari istrinya. Tidak ingin sesuatu tak bisa terkendali.

"Jangan kemana mana. Jangan banyak melakukan aktivitas. Nanti sore kita akan pergi ke dokter kandungan. Aku lelah menjadi biksu." Kata Tiyo.

Mysterious HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang