03

8.7K 449 4
                                        

Elena memegang dadanya, dia hendak meraih ponselnya yang tergeletak di meja samping ranjang. Tapi sesak di dadanya membuat gerakannya terbatas. Jari telunjuknya menyenggol gelas hingga jatuh dan pecah berserakan di lantai.

Adam kebetulan sedang menunggu kedatangan Arka di ruang tamu. Saat dia mendengar suara pecahan kaca dia sigap segera berlari dan membuka kamar Elena. Matanya mendelik panik saat melihat Elena memegang dadanya seperti kehabisan nafas.

Adam segera mengangkat raga Elena, menggendongnya keluar lalu mendudukkan Elena di dalam mobil. Dengan kecepatan tinggu juga panik, Adam membawa Elena ke rumah sakit.

Berjalan bolak balik di depan pintu Adam tidak sabar tahu keadaan Elena di dalam ruang gawat darurat itu. Bahkan saat ponsel disaku celananya berbunyi, ada nama Arka, tanpa melihatnya Adam langsung mengangkat panggilan itu. "Hallo!" Nada marah langsung terdengar.

"Jaga nada bicaramu." Suara Arka yang tenang membuat Adam seketika sadar dia sedang berhadapan dengan siapa.

"Maaf." Kata Adam sekuat tenaga menguasai dirinya. Tapi belum sempat Arka bertanya soal adiknya, pintu ruangan terbuka dan Adam langsung maju masuk ke dalam ruangan tidak peduli jika dia harus menerobos sang dokter yang hendak menjelaskan keadaan Elena. Adam langsung merengkuh raga tak sadar Elena. Merasakan sendiri detak jantung Elena masih berdetak, barulah Adam merasa lega.

"Dia anfal tapi masih hidup. Mestinya anda membiarkan dia untuk beristirahat." Kata dokter tapi Adam tak peduli. Sampai Elena membuka mata dan mengucap sesuatu dari alat bantu nafasnya. "Tiyo." Nama itu yang disebutnya.

"Aku akan menyuruhnya kemari untukmu." Kata Adam lalu membaringkan Elena dan keluar dari ruangan.

***

Embun sedang mengerjakan tugasnya. Sesekali dari balik kacamatanya dia melirik suaminya yang sedang nonton tv. Tiba tiba Tiyo mematikan tv saat ponselnya berdering. Bahkan Embun bisa melihat jika Tiyo berdiri dengan wajah tegang. Saat Tiyo masuk kamar dan keluar dengan jaketnya, Embun refleks berdiri, "Mau kemana?"

"Kamu mau ikut?" Ajak Tiyo.

"Ya mau kemana dulu,"

"Kamu gak akan punya perasaan apapun ke aku kalau kamu gak coba untuk mengenal aku. Dan cara mengenal terbaik adalah, kita harus sering bersama. Kemanapun, kapanpun dan di manapun." Kata Tiyo.

"Halah drama. Bilang aja posesif." Sambar Embun. Membuat Tiyo tersenyum lebar.

"Ikut gak?!"

"Iya ikut."

Senyum Tiyo makin lebar mendengarnya. Tiyo meraih tangan Embun, keduanya meninggalkan apartemen. Tiyo tak gugup hendak menunjukkan Embun pada Adam, Elena atau bahkan Arka. Dia serius akan janji pernikahannya. Dia serius dengan status 'suami' yang diembannya sekarang.

Sedang Embun, sebagai seorang gadis biasa... Dia cukup berani mengambil keputusan untuk menikahi Tiyo. Dia sedang mendorong dirinya sendiri ke dalam mulut harimau. Laki laki matang yang duduk di sampingnya dan sedang mengemudi ini bukanlah pemuda biasa. Tiyo penuh dengan catatan hitam. Hidupnya sejak kecil keras. Dia dipungut oleh mendiang ayah Arka, diajari bela diri, dan terbiasa dengan senjata bahkan darah. Bagi mendiang ayah Arka, Tiyo adalah mesin pembunuh. Dia dilindungi keluarga Arka, sampai polisi tidak sanggup menyentuhnya.

Semua saingan bisnis yang coba melawan keluarga Arka, bisa mendadak hilang dan itu pekerjaan Tiyo. Kelemahan keluarga itu hanya satu, Elena.

Embun dan Tiyo berdiri di depan rumah sakit. "Seandainya kamu tahu siapa aku yang sebenarnya, apa kamu akan pergi?" Tanya Tiyo.

"Iyalah jelas." Jawab Embun dengan nada khasnya. Istrinya itu selalu mudah membuatnya tertawa. "Gak mau mempertimbangkan aku sedikit gitu?"

"Tergantung... Aku percaya semua orang bisa berubah kalau mereka mau." Embun menoleh pada Tiyo yang ternyata sudah lebih dulu memandangnya.

Mysterious HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang