06

6.4K 322 8
                                        

Elena duduk di teras kamarnya, memandang ke bawah... Menanti kehadiran Tiyo. Ponsel Tiyo tidak bisa dihubungi, tidak ada pilihan lain kecuali menunggu. Karena menceritakan kegalauannya pada Arka hanya akan membuat Arka marah pada Tiyo.

Elena mengingat kenangan semasa kecil bersama Tiyo di rumah ini. Waktu itu Darma Wicaksana ayahnya, menarik tangan Tiyo yang kala itu masih berusia dua belas tahun. Baju Tiyo lusuh, seperti habis bermain hujan-hujanan. Darma memukul belakang kepala Tiyo beberapa kali sambil mengomel... Lalu menarik tangan Tiyo dan mendorongnya masuk ke dalam ruangan bawah tangga. Elena hanya mengintip dari tangga atas. Dia menunggu, berjam jam, sampai makan malam keluarga, tapi Tiyo tidak ikut duduk di meja makan.

Bahkan sampai tengah malam, kamar Tiyo masih kosong. Elena yang masih berusia empat tahun, menuruni tangga membawa sesuatu.

"Iyok," panggilnya dengan sebutan cadelnya.

"Tidur sana! Nanti kamu sakit!" Kata Tiyo dari dalam.

"Ini aku bawa biskuit..." Bisik Elena, sambil menyelipkan satu persatu biskuit di celah bawah pintu.

"Gak perlu! Aku gak lapar." Nada Tiyo dingin.

"Iyok harus makan, biar Elena bisa tidur." Kata Elena polos.

Tidak lama suara gigitan renyah terdengar dari balik pintu. Elena kecil tersenyum... Sebelum dia kembali ke masuk ke kamarnya.

Dia rindu saat-saat itu... Saat selemah apapun dia, dia masih bisa membantu Tiyo... Masih bisa melihatnya setiap hari... Tapi sekarang ... Tiyo semakin menjauh, seakan tak mungkin Elena menggapainya.

Adam yang baru keluar dari mobilnya, menengadah dan melihat wajah sedih Elena di balkon atas. Gadis itu pasti sedang merindukan Tiyo. Dan melihat dia terus sedih seperti ini, Adam tak lagi bisa bersabar. Dia berjalan dengan langkah marah, menaiki tangga dan membuka pintu kamar Elena.

Elena tersentak lalu menoleh ke dalam kamar sambil berdiri. Dia melihat Adam berjalan ke arahnya. "Lancang kamu!" Kata Elena sambil menunjuk. Tapi Adam tak lagi peduli. Dia sanggup menanggung apapun konsekuensinya, sekalipun harus melawan Arka.

"Kamu memikirkan laki laki tua itu? Sementara dia sedang asik-asiknya bersama dengan perempuan lain yang baru dia nikahi!" Adam tidak lagi bisa menyimpan rahasia.

Elena tercengang, tidak mengerti sekaligus emosi.

"Apa sih maksud kamu?! Lebih baik kamu keluar!" Nada Elena tinggi dan tegas walau setelah itu dia memegang dadanya. Terasa sesak.

"Tiyo... anak sulung keluarga ini... Anak yang dibesarkan ayahmu meski bukan darah dagingnya, orang yang kamu cintai setengah mati, IYA! DIA SUDAH MENIKAH!"

Tidak ada hal lain yang bisa dilakukan Elena saat tak sesak nafasnya menahan sumpah serapah yang sudah di ujung lidah kecuali tamparan menghampiri pipi Adam.

"Tiyo tidak pernah mencintaimu Elena! Dia bahkan menikah tanpa sepengetahuan kamu! Bahkan tidak juga dengan Arka! Jadi lupakan keinginan kamu untuk bisa bersama dia! Lupakan dia!"

Elena berlari masuk ke dalam kamarnya, membuka lacinya dan menghirup inhalernya. Adam ikut masuk ke dalam kamar dengan wajah cemas, tapi saat Elena mulai bisa menguasai sesaknya, dia hendak menampar Adam namun tangan itu digenggam Adam erat. Yang ada Adam menghinggapkan tangannya yang lain di pinggang Elena, mendorongnya mendekat dan tanpa permisi mencium bibir Elena lama.

Dia tidak lagi peduli apapun. Dia mencintai Elena entah sejak kapan. Dia tidak sudi jika harus terus diam saat gadis yang dia cintai malah memikirkan laki-laki lain yang bahkan tidak pernah memikirkannya. Elena harus terbiasa tanpa Tiyo... Setelah lepas dari Arka... Tiyo akan menjadi santapan banyak musuh keluarga Wicaksana... Setidaknya Adam tahu nasib akhir Tiyo.

Mysterious HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang