Semalaman Tiyo berada di rumah duka agar para kolega bisnis mereka bisa datang melihat Arka untuk yang terakhir kali. Setelah itu Tiyo mengurus pemakaman Arka.
Sedang Embun lebih banyak di rumah karena berkali kali Elena jatuh pingsan. Kondisi kesehatan Elena juga menurun. Diana datang dan ikut tinggal di sana untuk membantu Embun atas permintaan Tiyo. Secara tidak langsung Tiyo meminta Diana menjaga Embun karena mungkin saja Elena bisa berbuat nekat.
"Lo istirahat aja, gue begah liat lo bolak balik ngecek keadaan dia. Lo gak percaya sama gue?!" Ketus Diana, sejak tadi duduk di kamar mewah Elena sementara Embun hampir tiap jam datang melihat.
"Hamil lima bulan, tapi keliatan udah kayak tujuh bulan. Kaki lo aja udah bengkak gitu… gue bukan khawatir sama Elena, tapi jadi khawatir sama Lo…"
Embun duduk di ujung ranjang, "Gak apa apa Di, gue kuat kok. Gue bahagia dengan kehamilan ini jadi apa yang lo bilang, gue gak ngerasain semua itu." Embun mengusap perutnya yang menonjol keluar begitu nyata karena salah satu bayinya menendang kuat-kuat. Diana tau itu sakit, tapi Embun tersenyum bukan meringis kesakitan. Diana pernah melihat kehancuran Embun di kehamilan pertamanya, dan meski hamil kembar tidaklah mudah juga penuh resiko… Embun terlihat nyaman menjalaninya.
"Wajar sih, yang lo kandung benihnya Tiyo… Bapaknya aja udah serem gitu, apalagi anak-anaknya." Diana ngeri memandang perut besar Embun, mendengar itu Embun refleks memukul pelan lengan sepupunya.
Embun mengganti kompresan Elena. Sedang Diana memperhatikan ketelatenan sepupunya itu, "Gue sempet berfikir melihat kedekatan lo sama Arka di kampus dulu, kalian akan berjodoh…" gumam Diana, tentu ikut merasa kehilangan atas meninggalnya Arka.
"Siapa sih yang tau takdir Di, setelah keguguran kemarin itu… gue juga gak nyangka akan hamil secepat ini bahkan kembar…" Embun menjawab sambil membenarkan selimut Elena. Memegang pinggang belakangnya Embun coba berdiri, "Gue mau siapin makan malam."
Dua pengurus rumah sedang sibuk di dapur saat Embun datang, bahkan mereka sudah menyiapkan makan malam dengan banyak menu karena tau Tiyo akan segera pulang.
"Nyonya, makan malam sedang disiapkan. Akan siap saat Tuan pulang." Kata salah satunya sopan.
"Kalian tau kalau Tiyo akan pulang?"
"Tentu Nyonya. Seperti kebiasaan Tuan Arka, dari salah satu pengawalnya yang kemanapun ikut bersamanya. Dia akan memberitahu kami jika Tuan akan pulang, jadi kami akan menyiapkan apa yang Tuan butuhkan." Pengurus satunya memperjelas.
Embun lupa, Tiyo sudah menggantikan posisi Arka. Dialah kepala rumah tangga di rumah ini sekarang.
Embun masuk ke dalam kamar Tiyo, dia duduk di ranjang. Memandangi seisi kamar ini sambil mengusap perutnya merasakan gerakan anaknya yang aktif di dalam sana. Kamar ini tidak ada hiasan apapun, dindingnya putih, bahkan hampir semua perabot berwarna putih. Bersih. Bahkan aroma jarang terpakai tercium pekat meski Tiyo dan Embun sudah menempati kamar ini sejak dua hari lalu.
Ponsel Embun bergetar. Banyak sekali panggilan tak terjawab dari nomor asing yang dia yakini itu adalah Billy. Embun menjawab telepon itu.
"Aku turut berduka atas meninggalnya Arka…" suara Billy langsung menyapa, dan Embun sengaja hanya diam.
"Aku tau kamu sibuk sekali… dan pasti kamu menjadi badut penghibur suamimu juga adik angkatnya karena musibah ini."
"Embun, apa di dalam kamarmu ada vas bunga berwarna keunguan? Lalu… ada boneka teddy bear besar sekali yang mengenakan dasi hitam dengan ukiran nama 'Lexi'?"
Deg!
"Mau apa kamu di kamarku?!" Embun panik lalu suara tawa kecil Billy terdengar. "Pergi! Jangan ganggu ayahku!"

KAMU SEDANG MEMBACA
Mysterious Husband
RomantizmAura berbahaya terpancar kuat, berada dekat dengannya jadi agak menakutkan meski pria ini suaminya. Saat memutuskan menikah, Embun sama sekali tidak mengetahui asal usul suaminya yang ternyata adalah seorang pembunuh bayaran. "Dari matamu tadi aku b...