08

5.5K 338 27
                                    

Embun membuka pintu kamarnya. Lingkaran hitam di bawah mata menjadi saksi jika dia tidak terpejam dan hanya menangis semalaman. Saat hendak melangkah keluar dari pintu, Embun mengerem langkahnya karena ternyata Tiyo tertidur di depan pintu. Sekali lagi rasa sakitnya kembali terasa.

Tiba tiba Tiyo membuka mata dan langsung berdiri. Sedang Embun mengalihkan wajahnya tidak ingin melihat Tiyo.

"Bisakah aku masuk, mengambil bajuku?" Tanya Tiyo.

Embun hanya berjalan menuju dapur tanpa ingin menjawab, dia akan sibuk karena hari ini ayahnya diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Ada secangkir teh yang disiapkan Embun untuk Tiyo, sedang cangkir tehnya sendiri dia tangkup di tangannya lalu berjalan kembali masuk ke kamar.

Saat itu Embun melihat Tiyo kesulitan mengenakan kemejanya, saat memasukkan satu lengannya ke lengan kemeja panjangnya. Bahkan Tiyo merintih. Punggungnya memang memar, itu pasti karena kursi yang dibenturkan ke punggungnya untuk melindunginya kemarin.

Tanpa sadar sudut mata Embun kembali basah. Dia hendak berbalik dan pergi seakan tidak melihat apapun dan bersikap tidak peduli tapi toh tak bisa... Embun meletakkan cangkirnya di meja rias dan berjalan mendekati Tiyo. Menggulung lengan kemeja panjang itu agar lengan Tiyo bisa masuk lebih mudah. Tiyo terperangah dengan sikap Embun tapi dia tidak bisa beraksi apapun...

"Ayah pulang dari rumah sakit hari ini,  paman dan bibiku akan membawanya ke kampung. Aku rasa aku akan ikut menemani ayah..." kata Embun dengan kalimat terakhir yang bermakna ganda.

Mendengarnya Tiyo sekali lagi merasa hatinya diremas. Embun akan pergi, yang berarti takkan ada kata maaf, ataupun kesempatan lagi untuk Tiyo. Embun berjalan keluar kamar, sedang Tiyo hanya berdiri mematung di depan lemari... memandang pantulan dirinya sendiri. Apa dia selalu tak beruntung jika soal perasaan? Tapi apa yang bisa dia lakukan? Masa lalu tak bisa dirubah... dia memang adalah seorang pembunuh... dia adalah alat yang diciptakan keluarga angkatnya... itu lah kenyataan yang tidak bisa diterima Embun. Tiyo mengancingi kemejanya, lalu berjalan keluar kamar.

"Aku akan mengantarmu..." kata Tiyo pada Embun.

Mendengarnya Embun hanya berdehem lalu berjalan masuk ke dalam kamar, dan keluar dengan sebuah tas. Tanpa bicara Embun dan Tiyo meninggalkan apartemen, memasuki lift dan berjalan berjauhan menuju mobil. Bahkan saat mobil melaju, tidak ada satupun kata yang mengisi kesunyian di antara keduanya.

Embun bertemu keluarganya, bahkan melihat Diana yang hari ini sudah bisa tersenyum karena orang tuanya sudah sadar.

Tiyo berdiri di antara keluarga itu, mendengar rencana jika Embun ingin menemani ayahnya sampai benar benar sembuh total, sedang saat paman dan bibi Embun bertanya soal Tiyo, dengan senyum seakan tidak terjadi apa apa Embun hanya menjawab, Tiyo akan baik baik saja. Tapi mereka jelas tahu, jika ada sesuatu yang terjadi di antara pasangan suami istri ini.

Persiapan usai. Saat Embun bertemu dokter, tinggal Tiyo yang berada di kamar rawat bersama ayah Embun yang sudah duduk dengan koper Embun tidak jauh dari ranjang.

"Ada apa?" Tanyanya.

"Tidak apa apa." Jawab Tiyo. 

"Aku sudah menikah puluhan tahun, masalah rumah tangga apa yang belum aku hadapi? Apa kamu pikir kamu bisa berbohong di depanku?" Ayah Embun belum selesai bicara, tapi Tiyo tiba tiba terlutut di bawah ranjang di hadapan ayah mertuanya.

"Maafkan aku. Maafkan aku karena sudah membuat putrimu menangis... maafkan masa laluku yang tidak akan bisa ku ubah sekeras apapun ku coba... aku bukan tidak ingin jujur, aku hanya sedang mencari cara bagaimana agar aku bisa keluar dari lubang hitam ini... bagaimana aku bisa memperbaiki sedikit saja kehinaan ini agar aku layak mendampingi putrimu... semestinya aku tidak pernah muncul hari itu ... jika akhirnya hanya membuat Embun terluka..."

Mysterious HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang