Varian satu (2)

459 27 70
                                    

---

Sampai nanti (Meanie Ver.)

Chap. Two

.

.

.






Suara derap kaki menggema di sepanjang koridor rumah sakit. Wonwoo berlari terburu seolah jika ia terlambat satu detik saja, maka ia akan menyesalinya seumur hidup dan bahkan mengabaikan beberapa panggilan masuk yang silih berganti. Ia hanya ingin segera sampai di tempat tujuannya. Ia sudah memantapkan diri untuk menemui Mingyu secara langsung, sekali pun harus menghadapi beberapa orang yang mungkin telah membencinya sekarang. Contoh konkritnya adalah Seungcheol yang kini berdiri menjulang di depannya sembari memasang wajah tak bersahabat. Terus menerus menghalangi aksesnya untuk masuk, seolah sama sekali tidak mengijinkannya untuk bertemu sang adik sambung.

"Adik manisku sedang tidak menerima tamu. Ia masih dalam masa perawatan, dan juga tidak ingin bertemu dengan bedebah sepertimu. Jadi, lebih baik kau pergi, sebelum tanganku sendiri yang akan menyeretmu keluar."nadanya dingin dan menusuk, namun sama sekali tak membuat Wonwoo gentar. Ia malah semakin gencar melakukan perlawanan dan berakhir mendapatkan bogem mentah dari Hansol yang entah sejak kapan berada disana. Wonwoo terpental jauh dan punggungnya menubruk tembok dengan keras. Ia terbatuk. Sudut bibirnya sobek dan membuat Seungkwan berlarian dari dalam kearahnya dan membantunya untuk bangkit. Melayangkan pelototan tak suka pada pemuda blasteran itu yang kini membuang pandangannya.

"Bisakah kalian tidak membuat keributan di rumah sakit? Dan tuan Chwe, apakah selama ini saya mengajarimu untuk berbuat barbar seperti tadi?"Hansol tertunduk dalam kala Jisoo menasehatinya. Menghela nafas berat dan menatap penuh kecewa kearah mereka semua."Wonwoo, bisa kita bicara berdua? Ada beberapa yang harus aku sampaikan."

Wonwoo mengangguk setelah menggumamkan kata pada Seungkwan kalau ia dalam keadaan baik lalu mengekor di belakang Jisoo yang sepertinya mengajaknya ke kafetaria. Hansol memilih berlalu pergi. Mungkin ingin meredakan emosinya yang sangat jarang sekali meluap. Seungkwan mengikuti dan menyisakan Seungcheol yang kini mengusap wajahnya gusar dan hanya mengulum senyum kala Mingyu bertanya padanya dengan raut cemas. Ia menggeleng kecil seolah mengisyaratkan pada sang adik untuk tidak kembali membahasnya. Mingyu mengangguk mengerti dan memilih meraih dua potongan buah apel dan memakannya dalam diam. Tadi, Jihoon datang lagi untuk menemaninya dan mengupas serta memotong beberapa buah apel untuk camilannya sembari menunggu waktu makan siang.

"Kau lapar? Mau aku ambilkan makan siangnya sekarang?"Mingyu menggeleng. Ia sudah tidak terlalu merasa lapar.

"Tidak usah, kak. Aku juga sudah tidak merasa begitu lapar. Tapi, aku sedang ingin minum boba tea. Sepertinya, baby Seonho juga."katanya sembari mengusap perut besarnya. Seungcheol tersenyum,"baiklah, kakak akan membelikannya untukmu. Tapi, apa tidak apa kau sendirian? Seungkwan dan Hansol nampaknya akan lama kembali. Jisoo juga..."

"Uhm, aku tidak masalah kok. Kakak yang cepat belinya. Aku sangat ingin itu."Mingyu sangat jarang meminta satu hal padanya, makanya Seungcheol selalu menurutinya.

"Iya, kau ini tidak sabaran sekali, sih?"satu jawilan gemas mendarat di pucuk hidung Mingyu yang kini memerah dan membuat adiknya merengut lucu."kakak pergi dulu. Kalau mau ke kamar kecil, minta bantuan pada perawat, ya?"

"Ayey, kapten!"

.

.

"Berapa lama lagi?"

"Entahlah. Mungkin tidak sampai dua bulan. Tepat saat anak itu lahir...,"

Wonwoo mengacak surai kelamnya hingga menjadi tidak beraturan. Semua pekerjaannya terbengkalai dan jadwal meeting yang sebelumnya selalu terencana menjadi kacau dan membuat para bawahannya kualahan. Dan bukannya menyelesaikan semua masalah yang ia hadapi, pemuda itu malah memilih lari dan menyendiri di salah satu penginapan milik keluarga. Terus menerus bergelayut pada pemikirannya sendiri yang carut marut. Ratusan panggilan masuk silih berganti dan di dominasi oleh Mina. Ia benar-benar tidak ingin bertengkar dengan gadis itu. Persetan dengan segala ancaman yang di layangkannya. Toh, ia sendiri sudah hancur sekali pun pernikahan seumur jagungnya harus berakhir tragis.

Sebong Cake^ (SEVENTEEN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang