Varian Dua Puluh Sembilan

90 6 0
                                    

---

.

.

.





Rumah sewa Bang Seokjin








.

.

.















"Tumben jemur kasur. Bukannya kamarmu baru direnovasi akhir bulan yang lalu, ya?"tanya Taehyung heran sesaat dirinya dapati Jeonghan, salah satu penghuni rumah sewa yang juga ditempatinya sedang kesusahan menjemur kasur besar miliknya sekembalinya ia dari berbelanja dipasar. Menaruh tiga jinjingan besar yang ada di tangannya di atas meja kayu yang ada di beranda rumah sebelum bergegas membantu pria cantik itu untuk memindahkan benda berat tersebut keatas bale dan dibalas ucapan terimakasih dari Jeonghan yang kini menyeka peluhnya dengan ujung kaus gombrong kesayangannya itu,"iya, ini karena bekas ompol Kwanie. Biasalah, namanya juga bayi."

"Iya, sih. Mungkin harus sering-sering diganti sebelum isi muatan popoknya penuh."Jeonghan mengangguk setuju sembari tersenyum,"eh, tadi belanja apa saja? Titipanku tidak lupa kamu beli, kan?"

"Ooh, yang terong ungu jumbo itu, ya? Ada kok, tapi kalau buah alpukatnya sedang kosong. Mungkin besok pagi baru ready stock—ini, masih ada sisa kembaliannya. Lumayan, buat beli bubur kacang kak Jaehwan di perempatan sana."kata Taehyung sembari angsurkan beberapa lembar uang pada Jeonghan yang tersenyum lebar,"sekali lagi, makasih lo Tae. Maaf ya, jadi sering bikin kamu repot."

"Ah, engga apa. Namanya juga hidup satu rumah, jadi ya harus saling bantu. Aku juga sering lah bikin repot orang rumah sini, apalagi pas plafon kamarku ambruk kemarin   sampai harus mengungsi ke kamarmu. Maaf ya, Han."

"Ya, engga apa. Kan kamarku juga yang paling luar dari punya bang Seokjin. Lagian kamu sama Gguk juga engga ngerepotin sama sekali dan seperti yang kamu bilang, hidup satu rumah kayak kita gini ya harus saling bantu membantu. Iya, kan?"dan keduanya saling terkekeh sebelum akhirnya Taehyung pamit untuk segera mengolah bahan masakannya. Teringat juga akan satu kilo ayam yang dibelinya yang rencananya akan ia jadikan semur kecap pedas. Makanan kesukaan dari suami tampannya. Jeonghan mengangguk mempersilahkan. Memilih menetap lebih lama di teras rumah untuk rehat sejenak sebelum melanjutkan aktivitas hariannya sebagai seorang bapak rumah tangga.

.

"Ooh, Kwanie sudah mulai dikasih makanan pendamping ya, kak. Lahap ya, makannya."tanya Mingyu sembari mendecak kagum, pandangi si bayi gembul didepannya dengan pandangan berbinar kala melihat betapa lahapnya bayi itu menerima suapan bubur tim yang papanya berikan, Jeonghan tersenyum kecil mendengarnya,"iya, aku juga tidak menyangka sebenarnya. Padahal, sebelumnya aku merasa khawatir kalau Kwanie akan rewel ketika diberi makanan pendamping seperti ini. Tapi ternyata tidak dan aku merasa sangat bersyukur—dan mudah-mudahan ini juga berlaku untukmu juga. Bayi-bayimu juga akan senang jika mendapat asupan tambahan selain susu formula."

"Iya, akupun berharap begitu. Ya, yang terpenting sekarang mereka terus tumbuh sehat dan lahir dengan selamat tanpa kurang satu apapun. Hanya itu doaku disetiap harinya."balas Mingyu sembari mengusap permukaan perutnya yang mulai membesar. Sudah menginjak usia 4 bulan, namun berhubung ia mengandung anak kembar, jadinya terlihat seperti usia 6 bulan. Keduanya bertukar senyuman dengan Mingyu yang kini menarik perhatian si bayi gembul dengan mainan bayi yang ada digenggamannya dan mengundang pekikan senang dari Seungkwan yang kini semburkan sisa bubur timnya yang tentunya mengundang kekehan gemas dari sang papa dan juga Mingyu yang menahan diri untuk tidak menguleni kedua pipi gembil itu selayaknya adonan kue yang biasanya ia lakukan di toko kuenya sebelum akhirnya mengambil cuti sementara waktu hingga dirinya memasuki trimester kedua setelah sebelumnya nyaris mengalami keguguran karena kelelahan dengan rutinitas harian yang dijalaninya sebagai owner toko kue yang cabangnya dimana-mana dan hanya bisa mengandalkan Seokmin sebagai partnernya.

Ya, mau bagaimana lagi. Hanya adik iparnya itu yang bisa ia percayai.

"Gemas. Aku gemas sekali, kak Han. Boleh engga sih, aku cium pipinya?"

"Hahaha tentu saja boleh. Kwanie pasti senang karena mendapat jatah ciuman dari kakak cantiknya."dan si manis Kim pun tersenyum malu sembari layangkan pukulan main-main pada salah satu lengan Jeonghan yang kini tergelak,"kakak nih, kan sudah aku bilang panggilnya paman saja. Jangan kakak. Aku ini sudah tua loh, kak. Sudah 27 tahun."

"Engga kelihatan, tuh. Kamu tuh masih bayi, Gu. Sepantaran sama Kwanie. Beda bulan saja. Ehehehe."

"Kak Han!"

.

.

.

"Aku pulang."seru Wonwoo sesampainya ia di rumah sewanya setelah tanggalkan kedua sepatu yang sedari tadi kenakannya dan menaruhnya dengan rapi di atas rak, bersisian dengan sepatu yang menjadi kesayangan Jeongguk yang menurutnya bisa membuat maling langsung tinggal kenangan jika terkena lemparan sepatu tersebut. Berjalan memasuki rumah dan dapati si pemilik sepatu yang sibuk menggonta ganti saluran televisi dengan mulutnya yang sibuk mengunyah keripik kentang yang kesekian kalinya. Terlihat dari banyaknya bekas bungkus camilan tersebut yang tercecer berantakan diatas meja ruang tengah membuat Wonwoo menggeleng maklum sebelum lemparkan sapaan kearahnya dan membuat pria muda yang memiliki marga yang sama dengannya itu menoleh,"eh, mas Wonwoo? Nyampe kapan mas, engga kedengaran suara deru mesin mobilnya."

"Aku naik ojek online. Si millie lagi ngambek soalnya."balas Wonwoo ringkas yang ditanggapi anggukan kecil dari yang lebih muda,"yasudah, aku masuk ke kamar dulu ya. Kamu kalau sudah nontonnya jangan lupa dimatikan lagi televisinya biar tidak kena omel kak Namu lagi. Juga bereskan sampah bekas camilannya, soalnya Migu suka uring-uringan kalau ada yang berantakan sedikit saja. Begitu juga bang Hoseok—ya, kamu tahu sendiri lah, kakak kita yang satu itu kayak gimana."

"Ehehehe iya, mas. Nanti aku bereskan lagi."Wonwoo mengangguk dan lanjutkan langkahnya menaiki tangga menuju ke lantai dua, dimana kamarnya juga Mingyu berada dan sisakan Jeongguk yang kembali lanjutkan kegiatan menontonnya sembari mengemil.

.

"Ooh, kamu sudah pulang? Kebetulan aku baru selesai hangatkan makanannya. Mau makan sekarang?"Mingyu menyambut kedatangan Wonwoo yang langsung meringsek masuk kedalam rengkuhan hangatnya. Ia usapi sayang punggung tegap suaminya itu yang tampak tegang. Pasti Wonwoo sangat kelelahan malam ini, makanya mendadak manja. Ia mengulum senyuman,"aku siapin air hangatnya dulu, ya. Biar enak mandinya."Wonwoo mengangguk namun tak juga uraikan rengkuhannya dan berakhir terus menggelayuti tubuh ramping Mingyu yang sibuk mengisi bak dengan air hangat,"nah sudah. Kamu mandi dulu, ya. Habis itu, aku temani kamu makan. Okay?"

Lagi, si tampan menurut dan mengurai dekapannya dengan setengah hati. Bibir penuhnya mencebik lucu yang membuat Mingyu terkekeh gemas juga bubuhi kecupan ringkas disana,"jelek ah merengut begitu. Nanti dapat jatah kecupan lebih deh. Tapi, nanti setelah kamu selesai makan malam. Okay engga nih?"

"Hu'um. Tapi sambil pangku kamu ya, Gu. Di dapur."balasnya dengan nada menggemaskan yang lagi-lagi membuat si manis terkekeh geli,"iya, iya, apapun untuk gantengnya aku yang satu ini. Soalnya gantengnya aku ada tiga. Yang ini sama yang di perut."dan keduanya pun tergelak.

"Sudah, sana mandi. Aku tunggu di meja makan ya, mas."

"Iya, cantiknya mas."[]

Sebong Cake^ (SEVENTEEN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang