Varian Dua Puluh Delapan (03)

33 5 8
                                    

---

Till Met You














.
.
.












Mingyu baru saja hendak menutup tokonya jika saja presensi Wonwoo tidak menginterupsi dan membuatnya urung untuk lanjutkan niatannya untuk pulang lebih awal malam itu. Mengulum senyuman kecil untuk membalas senyuman yang terpatri di wajah tampan itu yang kini mengangkat tinggi kantung jinjingan di tangannya yang Mingyu terka itu adalah makanan cepat saji yang sengaja dibawa pemuda itu kesana. Mingyu mempersilahkannya untuk masuk dan menempati salah satu meja kosong disana sedangkan Mingyu sendiri sudah berlalu menuju dapurnya guna menyiapkan dua kaleng kola untuk keduanya sebagai pendamping sebelum kembali dan ikut bergabung disana bersama Wonwoo yang sudah menyajikan satu kotak berisi ayam goreng yang mengeluarkan aroma sedap nan mengundang rasa lapar dan membuat Mingyu teringat akan dirinya yang belum sempat menyantap apapun malam itu dan rencananya hanya akan menyeduh stok terakhir ramyun instan yang ada di dalam lemari dapurnya, karena ia memang belum sempat berbelanja ehem lebih tepatnya sedang menghemat pengeluaran karena keuangannya yang akhir-akhir menipis. Huft.

"Maaf ya kalau untuk kesekian kalinya aku membuatmu kaget, tapi aku sebenarnya tidak tahu harus bagaimana. Aku sedang membutuhkan seseorang..."

"...aku—ah, entahlah, sepertinya kamu tidak harus mengetahui hal ini tapi—aku benar-benar membutuhkan seseorang sekarang agar aku tetap bisa mempertahankan kewarasanku. Dan mungkin ini terdengar berlebihan, tapi wajarkah jika aku merasa sakit hati karena sesuatu dan itu berhubungan dengan masalah perasaan?"

"Menurutku tidak. Dan kalau kamu berkenan, aku mau kok mendengarkan apapun yang mungkin membuat perasaanmu mengganjal tidak nyaman. Keluarkan saja semuanya agar tidak sesak. Agar perasaanmu kembali meringan."sahut Mingyu diiringi senyuman kecil, penuh pengertian yang membuat Wonwoo entah kenapa merasa lebih baik ketimbang sebelumnya dan ikut mengulum senyuman tipis,"jadi, bisakah aku tahu apa itu? Tapi, kalau kamu masih belum siap, tidak apa. Take your time. Aku akan tetap mendengarkannya kapan pun kamu siap untuk cerita."

"Tidak. Aku bisa melakukannya sekarang karena memang itulah yang sekarang ini aku butuhkan,"helaan napas berat terdengar setelahnya dengan pandangan Wonwoo yang kini mengarah kearah piring datar yang menyisakan beberapa potongan ayam yang tinggal tulangnya saja, mencoba untuk merangkai kata yang setidaknya bisa gampang ditelaah oleh Mingyu yang masih menunggu dengan sabar di depannya. Bertopang dagu sembari sesekali menyesap isi kolanya yang tersisa setengah bagian.

"...aku baru saja putus dengan kekasihku kemarin lusa karena kami tidak cocok, mungkin,"katanya, gamang. Tampak lesu dan binar matanya pun tampak semakin meredup,"kupikir begitu. Karena kalau pun cocok, dia tidak mungkin bermain dibelakangku, bukan? Dan sepertinya dia lebih menyayangi pemuda itu ketimbang aku dan ya, dia memang membutuhkannya sebagai seorang penyintas. Bukan kah aku baik hati karena telah membiarkannya pergi?"

"Ehm, ya, mungkin yang kamu lakukan sudah benar. Akan semakin berat juga rasanya jika memaksakan sebuah perasaan yang bukan menjadi milikmu dan aku yakin, suatu hari, kamu juga akan menemukan seseorang yang tepat dan akan mencintai dan kamu cintai tanpa kata tapi di dalamnya. Entah itu cepat, atau lambat. Ya, tergantung Tuhan maunya bagaimana dan seperti apa. Karena kita sebagai umatnya hanya bisa menerima hasil akhirnya dengan hati yang lapang. Iya, kan?"

"Ya, kamu benar."Wonwoo tersenyum simpul. Ya, mungkin hatinya masih berat dan sakit, namun tidak separah sebelumnya dan itu semua berkat sosok manis di hadapannya itu.

"Terimakasih ya, Gu. Dan mungkin yang dikatakan Myungho itu benar, kalau kamu adalah orang yang baik. Dan juga teman yang baik. Aku mungkin akan sangat merasa bersyukur jika aku juga menjadi bagian di dalamnya. Menjadi salah satu teman baikmu."

Sebong Cake^ (SEVENTEEN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang