Varian Dua Puluh Enam (03)

36 4 8
                                    

---
.

.

.























Sekali Ini Saja chap 03
(Meanie couple and Others)












.

.

.




























Mingyu menghela napasnya dengan berat untuk kesekian kali, seolah tidak takut kalau stok kebahagiaan yang dimilikinya akan semakin menipis karena hal tersebut dan itu terhitung kurang lebih satu jam sembari tak alihkan pandangan dari pantulan dirinya yang ada di cermin dengan kaus berwarna hitam yang hanya bisa menutupi sebagian perut besarnya karena tersangkut disana dan menjadi pemicu rasa sedihnya hari itu.

Wonwoo yang baru saja selesai dengan tugasnya membersihkan rumah—rutinitas hariannya disetiap akhir pekan ketika libur bekerja dan mengambil alih tugas Mingyu agar bisa menikmati waktu bersantainya dengan leluasa—berjalan menghampirinya, berniat menanyakan menu makan siang apa yang ingin si manis santap nanti. Namun, sepertinya, presensinya malah membuat suasana hati Mingyu semakin memburuk. Lihat saja itu, tatapan marah itu kembali pemuda Kim itu layangkan padanya. Padahal, dua bulan terakhir ini, Wonwoo sudah tidak lagi melihatnya. Terhitung sejak insiden ia pingsan di rumah dan membuatnya harus menjalani perawatan di rumah sakit. Menanggalkan baju yang sebelumnya ia kenakan dan melemparkannya kearah Wonwoo dan mendarat diwajahnya dengan keras hingga yang lebih tua terhenyak, menatapnya dengan sendu. Dan kembali dilingkupi rasa bersalah kala si manis Kim yang kini berakhir menangis sembari mengucapkan kata maaf padanya. Dengan cepat, ia melangkah mendekat dan membawa tubuh Mingyu dalam rengkuhannya. Mencoba menenangkan si manis yang kini tersedu,"maafkan aku, Nu. Tidak seharusnya aku berperilaku kasar lagi padamu, padahal aku sudah berjanji untuk bersikap baik—aku juga tidak tahu kenapa, tapi disini rasanya sesak dan aku sangat membenci sosok yang ada di pantulan sana. Dia sangat besar dan mengerikan. Tumpukan lemak dimana-mana dengan perutnya yang super besar. Sangat jelek. Dia seperti monster—dan dia adalah diriku sendiri. Aku monsternya, Nu...kamu pasti juga berpikir hal yang sama, kan?"

Mendengar racauan tak keruan dari Mingyu, Wonwoo menggeleng cepat. Tidak setuju sama sekali dengan itu, karena dimatanya Mingyu sama indahnya seperti dulu. Saat di hari pertama mereka bertemu di salah satu rak yang ada diperpustakaan kampus dengan jejeran puluhan buku filsafat yang menguarkan bau yang khas. Sosok pemuda yang menawan dengan segala pesona dan juga talenta yang dimilikinya di bidang seni. Baginya, Mingyu bagaikan air terjun di tengah gersangnya gurun; fatamorgana. Indah namun semu.

Mengeratkan rengkuhannya dan coba menenangkannya dengan usapan lembut yang dia berikan pada punggung Mingyu yang bergetar karena tangis sebelum akhirnya mengurainya dengan lembut dan menyeka bulir air mata yang terus berderai di pipinya,"mungkin kamu tidak akan mempercayai ini—tapi, bagiku, kamu masih begitu indah. Tidak peduli bagaimana bentuk rupa dan proporsi tubuhmu yang mungkin mengalami banyak perubahan karena kehamilanmu. Tapi, dimataku, kamu masih tampak berkilauan, Gu. Fatamorgana yang akan terus aku puja..."

Mingyu kembali terisak dan menyembunyikan wajah kacaunya di atas dada Wonwoo yang kini basah karena air matanya. Lagi, Wonwoo merengkuhnya dan rasanya begitu hangat dari biasanya yang membuatnya begitu merasa aman. Begitu disayang dan dicintai. Isakannya kembali lolos, namun tidak diiringi rasa sesak menyakitkan, tapi geleyar asing yang membuat kewarasannya lagi-lagi menguap entah kemana hingga dengan berani mendongak, mengikis satu demi satu jarak diantara mereka dan mendaratkan ranumnya tepat dibelah ranum Wonwoo yang akhir-akhir ini terlihat pias dan mencumbunya dengan gerakan serampangan sembari sesekali terseguk tangisnya sendiri.

Sebong Cake^ (SEVENTEEN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang