29. Tanpa Kata

99 5 0
                                    

••••

Happy Reading ❤️
_______________

Saat ini Ryan dan Kyara tengah berada di perjalanan menuju TPU. Padahal sekarang masih ada jam pelajaran di sekolah, tapi Kyara tetap kekeh meminta Ryan untuk mengantarkan nya ke tempat pemakaman umum. Dengan berat hati Ryan meninggalkan jam pelajaranya dan meminta izin ke guru piket untuk tidak mengikuti pembelajaran di jam ke-tiga ini.

Entahlah, emosi gadis itu terkadang suka meluap-luap layaknya ombak yang pasang surut. Kadang cerewet, kadang suka marah-marah tidak jelas dan kadang menjadi pendiam dengan seribu bahasa.

Sebelum pergi ke TPU, Ryan dan Kyara pergi ke rumah Ryan terlebih dahulu. Karena cuaca hari lumayan panas, jadi Ryan ingin mengganti kendaraan nya dengan mobil. Anak itu tidak mau panas-panasan ke TPU menggunakan motor gedenya, alasannya hanya satu. Ryan tidak ingin kulitnya gelap, katakan saja kalau Ryan itu lebay. Yaa, memang benar itu adanya bahkan anak itu sudah rajin skincare-an, katanya ia ingin mempunyai kulit seperti Kyara yang putih dan sehat. Jika teman-temannya tahu akan hal itu, Ryan pasti sudah habis menjadi bahan Bullyan Dio dan ke-dua teman laknat nya. Kyara sendiri yang menjadi tempat untuk Ryan konsultasi mengenai masalah kulitnya, gadis itu sudah seperti dokter kecantikan pribadinya Ryan. Mereka sering merawat diri bareng, walaupun hanya lewat video call. Tidak mungkin kan mereka menyempatkan waktu untuk bertemu setiap hari hanya karena masalah skincare, rasanya sangat berlebihan.

Mobil Ryan terparkir rapih di halaman TPU jeruk purut, di sana sudah ada satu mobil yang terparkir rapih di samping mobil Ryan yang menurutnya kendaraan itu seperti pamiliar. Ryan dan Kyara masuk ke dalam TPU, melewati satu persatu nisan yang berjejer rapih di sana. Kyara berhenti saat dari kejauhan ia melihat seseorang yang berada di makam Mama-Nya.

Luna. Orang itu adalah Luna. Kyara sempat berpikir, sedang apa ibu tirinya itu di sana. Bukan tidak suka, bukan itu maksud Kyara. Tapi ini kan masih jam kerjanya Luna, di jam segini biasanya Luna sangat sibuk-sibuknya di Butik. Dan dia rela menyempatkan waktu sibuknya hanya untuk mengunjungi makam Mama-Nya.

"Mbak, maaf ya kemarin aku gak jadi kesini. Kemarin ada Kyara sama Ibu soalnya, aku takut ganggu jadi baru sekarang aku kesini nya. Aku kesini sendiri, soalnya Mas Aldi lagi sibuk."

"Kyara anak yang baik Mbak, hatinya sangat bersih kayak Mbak. Tapi maaf Mbak, aku belum bisa menuhin permintaan Mbak untuk kesini sama Kyara. Dia masih marah sama aku, do'a-in ya Mbak biar kita cepet baikkan." Luna mengusap pelan nisan yang bertuliskan 'Maya Diana' itu, makam istri pertama suaminya—Ibu kandung Kyara.

Kyara di buat tertegun dengan semua penuturan Luna. Gadis salah besar tentang pendapatnya yang mengatakan bahwa Luna itu tidak tulus menyayangi nya. Dan Kyara sudah melukai hati Luna karena pernah menghina Luna dengan kata-kata yang tidak pantas, bahkan gadis itu mengatakan Luna seorang pelakor. Kyara baru menyadari hal itu, jahat sekali mulutnya.

"Mm...Mama—" Suara Kyara yang sedikit bergetar itu membuat Luna sedikit terkejut dan refleks membuatnya berbalik badan.

Tadi Kyara bilang apa? Gadis itu memanggil Luna dengan sebutan Mama? Ada rasa senang dalam hatinya saat Kyara memanggilnya dengan sebutan Mama. Tapi sebisa mungkin Luna mencoba bersikap tenang dan ramah kepada putrinya itu, ia akan mencoba untuk memperbaiki hubungannya dengan Kyara. Walaupun Luna tidak terlalu berharap Kyara mau menerimanya kembali.

"Kya, kok disini? Inikan masih jam pelajaran," ucap Luna.

"Kya izin ke guru piket, Kya di anter sama kak Ryan." Luna melirik Ryan sebentar yang berada tepat di belakang Kyara.

My Dear Senior (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang