Dika mencari rara ke dapur, rupanya istrinya sedang membuat segelas susu. Seperti Maura, jika tidur harus minum susu terlebih dahulu.
"Kamu disini rupanya" tanya Dika begitu dilihatnya Rara sedang duduk di bangku ruang makannya sambil mengaduk-aduk susu dalam gelas.
"Oh...mas Dika. Anak-anak sudah tidur mas?" tanyanya sambil terus mengaduk susunya.
"Iya, kamu lagi apa Ra??"
"Bikin susu mas, mas mau kubikinin juga. Atau mau aku bikinin sesuatu?"
"Nggak ah.. aku minta itu aja"
"Itu..maksutnya?" Tanya Rara. Tanganya berhenti mengaduk dan menatap dika tajam.
"Oh..maksutku minta itu yang kamu aduk, kita berbagi saja" jelas Dika cepat.
"Aku ambil lepekan dulu ya mas, biar nggak panas" kata rara sambil menuang susu ke dalam lepek kecil. "Ini mas, sudah dingin" diserahkannya lepekan berisi susu yang sudah agak dingin ke hadapan dika.
"Makasih". Kata Dika sambil disruputnya susu hangat dengan pelan.
"Besok kita pulang jam berapa mas?" Tanya Rara sambil minum susu di gelas yang sama.
"Kata Rendi jam 11.40, dia sudah memesan 4 tiket untuk kita pulang"
"Oh" jawab Rara singkat. "Apa harus naik pesawat mas, apa gak naik kereta atau bus saja?" Tawar Rara.
"Jam 2 aku ada meeting Ra, kalau pulang naik kereta, waktunya mepet. Kalau naik pesawat hanya 50 menit saja. Lebih cepat kan?" Dika mencoba menjelaskan.
"Tapi mas", Rara tampak khawatir.
"Kenapa? Kamu takut naik pesawat? Jangan bilang kalau kamu nggak pernah naik pesawat sebelumnya" selidik Dika, karena menyadari istrinya tampak ketakutan begitu dikabari kalau besok akan pulang ke Surabaya melalui jalur udara.
"Eee.. iya mas" jawab Rara sambil menunduk lemah, " aku takut naik pesawat, dan belum pernah naik pesawat", jawab Rara lagi. Disambut gelak tawa Dika.
"Ra..Ra.. kamu itu, Maura aja yang baru 4 tahunan sudah sering naik pesawat" Dika tampak menertawakan Rara. Sementara Rara hanya menunduk sedih. Tak terasa air matanya menetes. Menyadari kalau istrinya sedang menangis, Dika pun mendekat. "Lho Kenapa kamu menangis Ra??" Tanya Dika yang tidak mengerti kenapa istrinya itu jadi menangis.
"Memang keluarga kita tidak sepadan mas, maaf jika mungkin mas membandingkan aku dengan mas, memang jauh sejauh langit dan bumi" Rara mulai menangis tergugu.
"Aku..aku nggak maksut begitu Ra, maafkan aku jika membuatmu tersinggung.. dengar aku baik-baik ya" Dika meraih tangan Rara dan membelainya perlahan. "Aku memilihmu tidak melihat kamu itu kaya atau tidak, tapi aku memilihmu karena kamu baik Ra, banyak wanita diluar sana yang lebih, tapi apa bisa seperti kamu" dikecupnya tangan Rara dengan lembut. Kali ini tidak ada reaksi menghindar dari Rara. Dia membiarkan sentuhan Dika. "Maafkan aku ya Ra?" Di kecupnya lagi punggung tangan Rara.
"Iya mas, aku minta maaf juga" air mata Rara masih menetes dan ingusnya juga keluar dari ujung hidungnya. Perlahan Dika merain tissu yang ada di meja makan kemudian memberikan ke Rara.
"Ra.. ingusnya.. sudah mau jatuh ke mulut" kata Dika sambil menyerahkan selembar tissu yang langsung disambar oleh Rara.
"Ihhh..mas Dika ini" perlahan diusapnya ingus dan air matanya tadi yang memenuhi wajah dan hidungnya. Rara tampak malu didepan suaminya.
"Hihihihi nggak percaya..udah jangan nangis lagi ya..., ntar dikira mama dan ayah kamu kenapa Napa lagi" diusapnya lagi sisa air mata yang masih menggenang dengan tissu yang lain, " yuk ah..kita tidur. Udah malam juga" ajak Dika disambut anggukan oleh Rara. Didalam kamar Rara tampak canggung merebahkan badanya. Dia mencoba membungkus lagi badanya dengan selimut seperti kepompong.

KAMU SEDANG MEMBACA
muridku anakku
General Fictiongadis bernama Rara yang berusaha untuk menjadi seorang guru dan seorang ibu, mampukah Rara mencapai harapannya?