Sesuai syarat yang telah diajukan oleh Dika, malam itu Rara hanya diberi waktu kurang dari satu jam saja untuk menghadiri acara resepsi sitta dan tyo. Rasanya belum kenyang menikmati hidangan yang di sediakan, Dika sudah mendorong kursi roda Rara ke halaman parkiran. Maura dan Anggita juga turut serta ikut Dika pulang, sementara mama, ayah, Farhan dan Denis menunggu acara sampai selesai karena tidak enak dengan keluarga sitta dan keluarga Tyo. Maura tidak lagi menangis dan merengek seperti tadi, dengan memberi pengertian tentang keadaan bundanya dan dengan iming-iming akan memberi kesempatan Maura untuk duduk dikursi roda setelah sampai dirumah nanti, akhirnya rombongan keluarga Dika kembali kerumah rara, waktu juga belum tepat pukul 8 malam ketika mereka telah sampai dirumah. Maura sudah tampak sangat antusias untuk bermain kursi roda bundanya, Anggita kini yang mendapat tugas dari papinya untuk mengawasi adeknya yang duduk dan minta di dorong oleh kakaknya. Rara sebenarnya merasa kasihan melihat Anggita yang harus menuruti kemauan adeknya. Tapi mau gimana lagi, untuk duduk dan berdiri saja dia sangat sulit bergerak, apalagi harus mendorong kursi roda itu.
"Maura sayang, kakak capek lho sayang" kata Rara berusaha menyudahi atraksi mendorong kursi mengelilingi ruang tamu dan keluarga.
"Tapi Olla masyihh mau mayin ini unda" protes Maura.
"Kaka capek ya kak?" Rara bertanya ke Anggita.
"Iya de, Kaka mau bobo udah ngantuk" jawab Anggita cepat.
"Iya udah malam itu hampir jam 9, yuk bobo yuk..besok kan kita mau pulang naik pesawat jam 8 pagi" bujuk Rara, akhirnya Maura pun mau menuruti apa kata bundanya tapi dengan syarat bundanya harus bercerita untuknya. "Kalau cuma bercerita sambil tiduran bunda pasti bisa" guman Rara dalam hatinya, dia kemuadian mengajak kedua anaknya untuk sholat isya' dan tidur dikamar depan, tampak Rara tidur ditengah-tengah kedua anaknya yang sudah sangat bersemangat ingin mendengarkan dongeng sebelum tidur, sementara Dika malah asyik rebahan di sofa yang ada di dalam kamar. Sambil memperhatikan keluarga kecilnya, dia mengecek perkembangan perusahaanya. Tak lupa Dika juga meminta Rendi untuk memesankan tiket untuknya besok.
"Unda mau telita apa?" Tanya Maura sambil memeluk boneka miney kesukaanya. Sedangkan Anggita hanya mengelus-elus perut bundanya sambil tidur disebelah Rara.
"Mau cerita apa ya" Rara tampak berfikir, mendapat job dadakan untuk bercerita membuat dia merasa blank karena belum siap merangkai cerita yang bagus.
"Bunda adek Geni menendang" Anggita tampak kaget ketika meraba perut bundanya dan tangannya merasakan sesuatu yang bergerak dari dalam perut bundanya.
"Ade beldelak?" Maura langsung duduk dan ikut memperhatikan perut bundanya.
"Iya dek, barusan Ade Geni dan Ade bara menendang tangan Kaka" Anggita masih tidak percaya dengan apa yang dia rasakan. Rara hanya tersenyum melihat kedua anaknya yang mengelus-elus perutnya.
"Pelut unda apa Ndak syatitt?" Tanya Maura. Awalnya dia ragu untuk memegang perut Rara yang sudah tampak membesar seperti balon.
"Nggak kok sayang, semua ibu pasti akan merasakan mengandung dan melahirkan, sudah kodratnya sebagai seorang wanita" jelas Rara.
"Atu Ndak mau jadi wanita" protes Maura" pasti atit ya unda?" Maura tampak sangat sedih wajahnya.
"Ya sakit lah de" kata Anggita.
"Nggak kok, walau sakit tapi semua wanita akan bahagia kalau sudah melihat bayinya lahir" jelas Rara lagi.
"Olla Ndak mau anti melahiltan" kata Maura lagi.
"Ya nggak boleh begitu sayang, wanita akan merasa menjadi seorang wanita seutuhnya jika sudah melahirkan anaknya, walau sakit tapi mereka akan hamil lagi jika Alloh sudah berkehendak" jelas Rara sambil dibelai kedua rambut anaknya dengan sangat lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
muridku anakku
Художественная прозаgadis bernama Rara yang berusaha untuk menjadi seorang guru dan seorang ibu, mampukah Rara mencapai harapannya?