bara, geni dan banyu

1.5K 116 8
                                    

Sudah hampir 5 jam sejak pembukaan ke 4 tapi belum terjadi penambahan pembukaan lagi, Rara terkadang merasakan kontraksi tapi kemudian kontraksinya tidak terasa lagi. Dika selalu mendampingi dengan perasaan yang sangat cemas, menghadapi clien dari luar negri masih bisa dia hadapi, tapi menunggu Istri yang akan melahirkan, membuat dia benar-benar stress, berkali-kali dia membujuk Rara agar mau di operasi saja, supaya tidak merasakan sakitnya kontraksi, tapi berkali-kali juga Rara menolaknya. Kalau sudah begini Dika hanya bisa memberi semangat untuk istrinya. Semalam Dika langsung menghubungi mamanya dan mama mertuanya, mama Laura akan sampai besok subuh sedang Mama Elis sudah ada dibandara, mama sudah tidak tahan lagi untuk melihat keadaan Rara sekarang, apalagi tadi mama Elis sempat mendengar Rara merintih ketika merasakan kontraksi. Pak Rahmad sudah standby di bandara menjemput mama Elis, sedangkan ayah, kak Farhan dan Ade Denis akan menyusul setelah Rara melahirkan. Adzan subuh berkumandang, sayup-sayup terdengar dari suara masjid didekat komplek rumah sakit.

"Mas"

"Iya Ra, apa yang kamu rasakan?" Tanya Dika begitu khawatir.

"Mama belum datang?" Tanya rara

"Dalam perjalanan sayang, pak Rahmad sudah menjemput di bandara, kamu istirahat saja" jelas Dika sambil terus mengelus perut Rara dengan lembut.

"Anak-anak gimana?" Tanya Rara lagi.

"Sudah ada mbok sum, kamu tenang saja" jawab Dika mencoba menenangkan.

Tiba-tiba dokter Lidya datang, memeriksa kembali pembukaan Rara dan memastikan keadaan Rara baik-baik saja.

"Gimana lid? Sudah berapa pembukaan nya?" Tanya Dika.

"Sudah naik kok, tenang saja. Prediksi ku sekitar jam 7 istrimu akan melahirkan" jelas dokter Lidya.

"Lama sekali" Dika tampak menaikkan alisnya.

"Tenang papi, udah gak sabar pengen lihat jagoannya ya?" Goda dokter Lidya, agar Dika tidak stress.

"Coba kamu cek lagi, mungkin sudah pembukaan lagi" khawatir Dika.

"Udah lah mas, dokter Lidya lebih paham" kata Rara sambil menahan rasa sakit. Sementara dokter Lidya hanya tersenyum menghadapi pasangan suami istri dihadapannya itu.

"Jika terjadi kontraksi setiap 5 menit sekali, tolong panggil saya ya" perintah dokter Lidya sebelum keluar kamar VVIP itu. Tak berselang lama mama Elis pun datang, dengan tergopoh-gopoh mama menghampiri Rara.

"Assalamualaikum nduk" salam mama begitu masuk ruangan, pak Rahmad tampak dibelakang mama membawakan tas pakaian dan paper bag berwarna coklat.

"Waalaikumussalam" jawab Dika dan Rara hampir bersamaan. Dika segera bangkit dan meraih tangan mama.

" Gimana nduk?" Tanya mama setelah Rara mencium tangan mama.

"Sudah pembukaan 6 ma, dan kontraksi sudah mulai sering" jelas Dika khawatir.

"Iya nggak apa-apa, kamu harus kuat ya. Nanti kalau dokter menyuruh dorong, kamu mulai mengejang. Kamu pasti bisa nduk" jelas mama sambil mengelus perut Rara. Kini Dika selalu menggenggam tangan Rara.

"Iya ma, tapi kadang sakit tapi kadang hilang" jelas Rara menceritakan keadaanya.

"Iya nduk, oiya nak Dika tolong ambilkan madu dan telur di tas coklat mama tadi. Dicampur dalam gelas ya. Biar Rara kuat nanti mengejangnya" perintah mama. Dika segera menuju meja tamu dan mencari barang yang dimaksud mama. Tak lama kemudian dia sudah membawa gelas berisi telur ayam kampung dan madu.

"Ini ma" Dika menyerahkan gelas ke mama Elis.

"Iya makasih ya nak" kata mama sambil meraih gelas yang di sodorkan Dika" ayo nduk, diminum dulu, sedikit amis tapi ini bagus kok buat kamu, ayo mama bantu" kata mama. Rara meminum jamu resep mama perlahan, walau dia merasakan amis dan sedikit eneg. Tapi dia tetap menghabiskan jamu itu.

muridku anakkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang