dia guru TK

1.7K 126 1
                                        

"ada apa Rara menelephone ya" guman Rendi kemudian dia menggeser layar dihandphone nya

"Assalamualaikum mas Rendi" suara renyah Rara terdengar begitu Rendi mengangkat telepon.

"Waalaikumusalam Ra.. iya Ra ada apa?" Tanya Rendi kemudian

"Maaf ya jika aku mengganggu mas".

"Nggak kok, ini sambil kerja. Ada apa Ra?"

"Aku minta tolong, sampaikan ke mas Dika kalau Maura baru saja dijemput omma nya, eee katanya mau di ajak ke rumah omma nya. Tadi aku menghubungi papi Maura tapi tidak bisa, takut jadi kwartir kalau tidak mengabari" jelas Rara

"Oo iya Ra. Pak Dika nya sedang ada meeting Ra, biar nanti saya sampaikan, trimakasih sudah mengabari"

" Sama-sama mas, sudah dulu ya mas.. ass.." belum selesai Rara mengucap salam, tiba-tiba Rendi menyela.

"Ra"

"Oohhh.. iya mas?"

" Eee nggak jadi deh" jawab Rendi kikuk

"Hemmm..oke dah makasih mas Rendi.. assalamualaikum"

"Waalaikumusalam" Rendi meletakkan handphone nya dan menghembuskan nafasnya dengan kasar. "Raaaa.. andai kamu tau perasanku" Rendi mengacak rambutnya. Kemudian dia melanjutkan kembali pekerjaannya yang tertunda dengan suasana hati yang galau.

Dika POV

Siang ini ada pertemuan dengan pengusaha eksport se Jawa timur. Kali ini aku berangkat sendiri menuju hotel Hilton. Setiap bulan memang diadakan acara pertemuan seperti ini, selain untuk menjalin silaturahmi acara ini bertujuan menggalang dana serta ajang kerjasama. Banyak pengusaha yang hadir siang ini. Kebanyakan dari mereka adalah pengusaha-pengusaha muda generasi kedua dan ketiga. Dalam usia yang masih muda mereka bisa menjadi direktur, manager, CEO atau pimpinan sebuah perusahaan karena meneruskan bisnis keluarganya. Ya.. sama sepertiku. Papa dulu yang merintis bisnis ini. Setelah besar bisnis ini diberikan kepadaku. Sedangkan papa lebih menggeluti bisnis yang lainnya, namun tetap saja selalu memantau perusahaan. Sejak aku SMA papa sudah menuntunku untuk terjun ke bisnis ini, karena mungkin dirasa akulah yang akan meneruskan bisnisnya kelak. Setelah aku selesai kuliah. Bisnis ini resmi diserahkan kepadaku. Banyak yang mengira perjalanan hidupku sangatlah menyenangkan. Namun menurutku aku sangat menyedihkan. Sejak SMA aku sudah harus berfikir bagaimana cara membesarkan perusahaan ini. Disaat mereka baru mencoba membuka jendela dunia. Aku sudah masuk ke dalam nya. Hampir tak pernah aku merasakan masa mudaku. Pergi nonton, nongkrong di cafe atau bahkan berpacaran seperti yang lain. Hampir tak pernah aku lakukan. Hingga akhirnya aku mengenal Vina.. ya Vina istriku. Dialah yang selalu menjadi temanku. Jadi sahabatku. Vina memang bukan dari keluarga berada. Bahkan dia nyaris tidak memiliki keluarga. Dia anak yatim piatu yang tinggal di sebuah panti asuhan. Yaa sejak kepergiannya aku tidak pernah berkunjung ke panti itu. Awalnya papa dan mama tidak menyetujui kami. Terutama mama, sangat membenci vina, tidak tau bibit, bobot, bebetnya katanya... Namun akhirnya keluargaku setuju karena Vina sudah berbadan dua. Yaaa hasil kesalahan kami saat itu. Di awal pernikahan memang sangat berat bagi kami. Papa dan mama selalu berusaha memisahkan kami. Namun setelah Anggita lahir semuanya berubah. Mama dan papa seperti telah mengubur kesalahan yang telah kami perbuat. Anggita kecil menjadi penyejuk dalam keringnya gurun di gurun sahara. Papa dan mama sangat menyayangi Anggita. Dan perlahan mulai menerima Vina. Papa sangat menyayangi Vina, kalau mama kadang sayang kadang tidak, tergantung moodnya.
Baru saja rendi mengabarkan jika mama menjemput anak-anak.. mungkin karena besok hari Minggu. Ahh.. biarkanlah, jadwalku juga masih padat sampai nanti malam.
Setelah pertemuan di hotel Hilton. Aku melanjutkan pertemuanku dengan pak David. Hampir pukul 9 malam agendaku baru selesai untuk hari ini. Kulaju mobilku ke rumah orang tuaku, hampir satu jam perjalanan menuju rumah orang tuaku. Pukul 10 lewat aku sudah sampai didepan rumah yang tampak sepi dan lengan, pasti semua sudah tertidur lelap. Kulangkahkan kakiku masuk kerumah. Benar saja, rumah itu tampak sudah sepi, hanya kulihat mbok Ima yang membukakan pintu untukku, mbok Ima menceritakan tentang anak-anak yang tadi dijemput oleh mama, karna sudah hampir sebulan nggak pernah main kerumah. Lalu aku menuju kamarku tampak disana kedua anakku telah tertidur. Kubelai keduanya. Ada rasa haru ketika melihat mereka telah terlelap. Seandainya ada seorang ibu yang menemani hari-harinya selama aku bekerja. Pada saat-saat seperti ini aku selalu teringat dengan Vina. Kenapa engkau panggil Vina terlebih dulu tuhan..? Malam ini aku tidur dengan kenangan-kenangan bersama Vina.

"Papiii.. kok papi ada dicini" suara Maura selalu ngegas walaupun baru bangun. Anak itu seperti memiliki batrai yang selalu power full.

"Dekk.. jangan berisik dong dek. Kakak masih ngantuk" Anggita tampak terganggu dengan suara Maura dan menutup telinganya dengan guling. Kembali Maura merengek dan membangunkan ku.

"Papiii.. ayo banuuunnn..." Tak henti-hentinya dia menggoyang goyangkan tubuhku. Kalau sudah begini mau merem lagi juga sudah tak bisa.

"Iya sayang..Olla suka dirumah omma?" Kucoba bertanya sambil kuletakkan tubuh Maura di atas perutku. Anak itu tampak mengoceh kesana sini. Mengatakan kalau dia senang disini karena disini banyak binatangnya.

" Dicini ada kula-kula, ada pusss, ada cicit...kata oppa, besok mau beli ulal lho Pi" anak itu sangat semangat bercerita tentang binatang-binatang peliharaan papa.

"Yuk mandi yuk, papi semalam belum ketemu sama omma dan oppa karna Datengnya udah malem banget" Maura menurut dan pergi ke kamar mandi, sebelum turun kubangunkan Anggita, namun anak itu hanya menggeliat, mungkin pikirnya hari ini hari Minggu jadi dia merasa hari free untuknya.

Diruang tengah kulihat mama dan papa sedang duduk santai. Papa sedang asik dengan koran paginya, sementara mama lagi asik mengupas buah.

"Hallo pa.. ma" kukecup mereka berdua.

" Hai dik, jam berapa semalam kamu datang? Papa dan mama udah ngantuk berat. Kemaren habis jemput anak-anak ke sekolah. Mereka mengajak ke mall dulu, jadi pulang sampai malam, ya beginilah dik, udah tua jadi badan sudah capek jika terlalu banyak aktivitas" kata papa sambil meletakkan koran pagi nya dan fokus denganku.

"Jam 10an pa, pasti capek ya mengurus mereka berdua"

"Nggak kok dik", jawab mama begitu selesai mengupas buah-buahan dan menaruhnya dalam kotak penyimpanan. "Dik kamu nggak berniat berumah tangga kembali? Anak-anak juga butuh seorang ibu lho dik, apalagi Maura yang masih 3 tahun. Mama perhatikan sejak Vina meninggal, kamu sama sekali tidak pernah mengenalkan calon maminya anak-anak ke mama, bahkan Sofi pun kamu tolak" kata mama sambil sedikit manyun.

" Iya dik" papa berjalan mendekat dan duduk ke sofa disebelahku." Sudah hampir 3 tahun Vina pergi dik, kamu tidak ingin menikah lagi"

"Eee.. pa ma.. sebenarnya Dika sudah punya pandangan seorang wanita untuk jadi maminya anak-anak. Tapi Dika masih belum siap jika terburu-buru. Lagian wanita itu juga belum tau maksud dan keinginan Dika"

"What.. bener nih kamu sudah punya calon mami buat anak-anak?" Selidik mama. "Apa wanita itu secantik Sofi?" Kata mama kemudian.

"Sudahlah ma.. bukanya papa nggak setuju dengan mama, mama tau sendiri Sofi seperti apa? Apa mama mau anak kita cepet menyusul vina" suara papa sedikit meninggi.

"Maksut papa apa? Sofi baik, cantik dan juga dia dari keluarga yang terpandang, mama nya lho temen arisan mama.. katanya juga suaminya jeng Nurul itu jadi duta besar. Papa gak mau apa punya besan duta besar?" Nada suara mama juga ikut meninggi. Sementara papa tetap santai. Yesss papa mendukungku.

"Selalu kamu berfikir semuanya dengan materi. Sudahlah ma, kebahagiaan kita adalah melihat anak dan cucu-cucu kita bahagia, hidup tentram tidak kekurangan. Mungkin calonnya Dika bisa menjadikan keluarga anak kita menjadi keluarga yang sakina, mawadah, warohmah ma". Mama hanya melengos tampak raut wajah yang kesal.

"Lalu siapa wanita itu dik?" Tanya papa kemudian

"Eee. Wanita itu adalah guru Maura pa"

"Whattt... Dikk.. kamu serius.. SEORANG GURU TK !!!" Mama melotot

muridku anakkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang