pipi papi pahit

1.6K 112 2
                                        

Dika tampak menggelengkan kepalanya melihat istri dan anak pertamanya kompak mengerjai Maura. Magrib berkumandang, Rara berusaha mengajak kedua anaknya untuk menjalankan sholat Maghrib, walau dia sendiri sedang berhalangan.

"Yuk, ambil wudhu yuk! Ayo.. papi juga harus sholat" dimatikan televisi yang sedang menyala." Gimana kalau papi yang jadi imamnya ya??" kata Rara sambil melirik ke arah Dika yang masih memegang iPad nya. "Aihhh...ini syetannya ditaruh dulu ya, biar yang menang malaikatnya" kata Rara kemudian sambil mengambil iPad dan handphone Anggita.

"Iya bentar bunda" kata Anggita mulai protes, sementara Dika tidak berani protes, dia hanya memasang mata elangnya menatap Rara.

"Iya Olla mau cholat" kata Maura sambil beranjak ke kamar mandi untuk ber wudhu.

"Wahhh..hebat anak Sholeha bunda..Anggita dan papi juga hebat pastinya" kata Rara sambil melirik ke arah Dika dan Anggita yang masih pada posisinya. Dengan sedikit malas, Anggita menyusul adiknya untuk berwudhu.

"Ayo papi juga, buruan dong mas, itu anak-anak udah menunggu di mushola" kata Rara. Akhirnya Dika pun beranjak juga.

"unda kok Ndak syholat? Bunda Masyuk nelaka lho nanti" tanya Maura heran, karena melihat Rara tidak ikut sholat di mushola rumahnya.

"Bunda lagi tidak boleh sholat sayang" jawab Rara.

"Olla nggak syholat uga, tayak unda aja" kata Maura.

"Begini sayang" di dekatinya anak bontotnya "Maura sayang, wanita kalau sudah dewasa nanti akan mengalami menstruasi, seperti kak Gita dan bunda, nanti dari aurotnya akan keluar darah. Jadi tidak boleh sholat. Kalau sholat malah akan berdosa" jelas Rara sambil menatap mata Maura yang masih tampak bingung.

"Unda Syakit? Kok beldalah...Kan Syakit? " Tanya Maura kembali.

"Nggak sayang, semua wanita kalau sudah besar akan merasakan seperti itu" jelas Rara kembali. "Kalau Maura bayi pakai apa, Biar nggak ngompol?" Tanya Rara

" Olla bayi Pakaii empes" kata Maura sambil memakai mukenanya. Rara pun membantu memakaikannya.

"Bunda dan kak Gita juga pakai itu kalau sedang keluar darahnya"  jelas Rara lagi, mencoba menjelaskan dengan bahasa anak-anak.

"Ayo dah dek, kapan sholatnya truz, itu papi sudah siap" Anggita tampak tidak sabar.

"Sabar dong kak, bunda kan lagi jelasin ke Ade, kasihan Ade bingung tuh"

"Oke sekarang Sholat dulu ya, bunda tunggu Maura disini" kata Rara.

"Sudah siap, ayo kak iqomah dulu" perintah Dika pada Anggita. Dika tampak sedikit terbata-bata membaca surat-surat pendeknya. Karena memang Dika belum pernah mengimami keluarganya selama ini. Dalam hati Rara bertekad akan mengubah keluarga kecilnya ini menjadi keluarga yang islami, dengan rumah yang penuh dengan dengungan suara ayat-ayatnya.
Setelah sholat dilanjutkan dengan makan malam bersama. Mbok sum telah menyiapkan menu masakan yang sangat spesial untuk makan malam. Tadi pagi Rara meminta mbok sum masak masakan Padang, walau nggak persis-persis amat namun Rara ingin makan seperti di depot Bu Ratmi. Plus rempeyek kacangnya. Rara tampak makan dengan lahap sekali.

"Oiya Ra, pernikahan kita akan maju 2 Minggu lagi. Kamu tidak usah repot-repot nanti semua akan disiapakn oleh WO yang membantu pernikahan kita di kota J kemaren," kata Dika disela-sela makannya.

"He'em" jawab Rara sambil menggigit empal goreng kesukaanya.

"Nanti aku boleh nggak ngundang sahabat-sahabatku Pi?" Tanya Anggita sangat antusias.

"Boleh tapi jangan banyak-banyak ya kak, acaranya kan malam hari. Jadi harus didampingi orang tuanya juga" jelas Dika. Rara hanya mendengarkan saja dan masih lahap makan empal gorengnya.

muridku anakkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang