Rara segera bangkit sambil merapikan baby dollnya yang sudah terbuka di bagian kancingnya. Dengan cepat pula dia menyusul suaminya yang sudah sampai di depan pintu. Perlahan Dika memegang handel pintu kamar dengan pikiran yang tidak karuan, bertanya-tanya ada apa gerangan??
"Mas" cegah Rara begitu pintu akan dibuka.
"Nggak apa-apa Ra" jawab Dika sambil berbisik berusaha menyakinkan Rara kalau semua akan baik-baik saja. Dengan satu tarikan nafas Dikapun membuka handel pintu kamar. Begitu pintu terbuka, Terlihat keluarganya sudah berkumpul didepan pintu. Mama Laura dan mama Elis langsung nyelonong masuk tanpa permisi. Sementara papa frans dan papa Adi turut mengikuti dari belakang. Tampak Dika dan Rara hanya terbengong-bengong dengan tingkah orang tuanya.
"Ya ampuuun eliisss, bagaimana anak kita ini elis" kata mama Laura begitu masuk kedalam kamar dan melihat-lihat isi kamar kecil itu.
"Masya Allah nduk, jadi kalian selama ini?" Tanya mama Elis sambil memperhatikan kedua anak dan menantunya itu bergantian. Seperti seorang anak yang dihukum di depan kelas karena melakukan kesalahan. Dika dan Rara tampak seperti orang bingung. Sementara kedua papa hanya menatap dan memperhatikan dari posisi berdirinya.
"Menikah sudah hampir satu bulan, kenapa kamar kalian ada disini?" Tanya mama laura lagi. " Mana kamarnya kecil seperti ini yang kalian tidurin" tanya mama Laura lagi sambil ber api-api.
"Sudah..sudah Elis sabar.., nduk dan kamu nak Dika sekarang tolong jelasin pada kami" kata mama Elis berusaha bijak.
"Tenang ma, semua bisa aku jelasin" Dika mencoba menenangkan mamanya. Kali ini kedua papa sudah berdiri lebih mendekat ke sebelah para mama, takut hal yang tidak di inginkan akan terjadi. Apalagi mama Laura punya penyakit migren yang sering kambuh jika harus berfikir terlalu keras.
"Ma..pa..aku akan jelasin" jawab Dika sambil menggenggam tangan Rara.
"Tidak mas, biar aku yang menjelaskan" sergah Rara.
"Sudah Ra, semua ini salahku. Biar aku yang menjelaskan" terjadi perdebatan antara Rara dan Dika.
"Sudah..sudah.." mama Laura sedikit berteriak.
"Mari kita duduk di ruang tengah saja, Dika..Rara tolong kamu jelaskan masalah yang selama ini telah kalian sembunyikan" kata papa frans mencoba menengahi. Sementara ayah Adi hanya mengangguk-anggukkan kepalanya tanda setuju dengan ide papa frans. Kemudian Rara dan Dika di arak menuju ruang tengah yang ada di lantai dua itu. Mereka duduk di sofa dengan Rara dan Dika sebagai tersangka dan orang tuanya sebagai jaksa sekaligus hakim dalam persidangan itu. Dan tak ada pengacara yang akan membela mereka.
"Mama..papa dan ayah..sebelumnya Dika minta maaf" suara Dika sangat berat.
"Sudah..dik, kamu jelasin aja kenapa kamu bisa tidur di kamar kecil itu, sedangkan kamarmu masih tetap seperti sebulan yang lalu" kesabaran mama laura benar-benar sudah diambang batas, berkali-kali beliau memegang kepalanya pertanda migrainnya sudah mulai kambuh.
"Begini ma, kami memilih tidur dikamar kecil agar kami bisa lebih dekat satu sama lain ma" jelas Dika berusaha melindungi Rara.
"Cihh alasan.." jawab mama laura acuh.
"Aneh sekali kalian ini" kata mama Elis
"Sudahlah mas, kita bicara apa adanya saja" suara Rara terdengar juga sangat berat.
"Ya..ya memang kalian harus bicara apa adanya" kali ini ayah Adi mulai bersuara.
"Kalian harus jujur, kami tidak akan marah jika kalian mau bercerita yang sebenarnya" kata mama Elis terdengar sangat menenangkan. Perlahan Rara menghela nafasnya sebelum dia bercerita kepada orang tuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
muridku anakku
General Fictiongadis bernama Rara yang berusaha untuk menjadi seorang guru dan seorang ibu, mampukah Rara mencapai harapannya?