Bab 12: Tak di inginkan?

441 73 47
                                    

"Setinggi apa pun keinginan diri menumbuhkan perasaan, jika hati belum sanggup untuk menerima, tidak akan berujung sempurna. Namun sejatinya makhluk bernyawa, hanya bisa berusaha sampai hasil yang di inginkan tiba." - CDR

PERNIKAHAN yang tadi beramai-ramai tamu undangan kini mulai memudar satu persatu hingga tak ada lagi yang tersisa selain kedua belah pihak keluarga yang tengah mengobrolkan hal serius

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

PERNIKAHAN yang tadi beramai-ramai tamu undangan kini mulai memudar satu persatu hingga tak ada lagi yang tersisa selain kedua belah pihak keluarga yang tengah mengobrolkan hal serius.

Fariz mengatakan ia akan pergi ke rumah sendiri yang sudah berbulan-bulan ia beli. Selain itu, jarak rumah dengan kantor lumayan dekat.

"Dulu Fariz sudah izin juga kan, Pa. Kalau Fariz menikah akan pindah ke rumah itu," ucap Fariz meyakinkan Ravi lagi, yang dari tadi tampak tidak setuju dengan keputusan putra tunggalnya itu.

"Tapi kamu baru aja nikah, masa langsung pindah."

"Mama khawatir Haura nggak betah disana kalau langsung pergi," timpal Oliv mencampuri, mencoba merayu sang putra.

"Ngak apa-apa, Ma. Kalau Pak Fariz ingin pergi, Haura tetap akan ikut." Kali ini Haura bersuara memberikan jalan tengah.

"Ya sudah, kalau itu keputusan kalian. Mama juga setuju."

Fariz mengembangkan senyumnya. Kali ini benar-benar senyuman yang cukup lebar hingga lesung di pipi kanannya terlihat sangat jelas, ibaratnya kadar gula dalam senyuman itu bertambah dua sendok saking manisnya.

"Kapan Fariz pergi?" tanya Ratih.

"Insya Allah besok, Bu."

Ratih mengangguk, "Ya sudah, kalian pasti lelah, sebentar lagi juga Magrib, gih istirahat. Untuk malam ini kalian tidur di rumah ibu, ya."

Fariz menyetujui, ia berdiri di ikuti sang istri dari samping. Lalu Haura menaiki anak tangga terlebih dahulu, sedangkan Fariz di belakang. Rasa canggung nan kaku berdatangan menyerang tubuh mungil berbalut gaun pengantin itu.

Fariz akan memasuki kamar kecil miliknya, ia jadi khawatir sendiri, khawatir dengan tidak nyamannya Fariz di kamar. Wajar bukan? Karena bagaimanapun, sebelum Fariz menjadi suaminya sudah terlebih dahulu menjadi bosnya, aura-aura bos itu masih terasa untuk Haura.

Di sepanjang jalan menuju kamar, ia sedikit mengangkat gaun pengantinnya yang menjuntai sampai lantai, gaun ini sedikit berat hingga langkahnya jadi melambat. Sedangkan Fariz hanya diam mengikuti Haura dari belakang walaupun langkahnya sangat pelan.

Haura menyentuh kenop pintu dan membukanya. Sebelum masuk ia memberanikan diri melirik Fariz dahulu.

"Ada apa? Sepertinya kamu mau bicara sesuatu."

Cinta & Rahasia [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang