Bab 38: Guyuran Hujan Malam

264 25 50
                                    

"Rahasia besar yang terungkap membuat hidupku seakan sendiri, air mata bercucuran di tengah guyuran hujan, dan cinta yang tulus terseret arus." — CDR

FARIZ membuka pintu masuk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

FARIZ membuka pintu masuk. Kakinya langsung melangkah, tak ada hal lain lagi selain dirinya sampai di gudang untuk saat ini.

Lengannya membuka kenop pintu, berharap sesuatu yang ia takutkan tak terjadi di dalam sana.

Kondisi gudang sudah sangat rapi, dari barang-barang hingga kursi yang tak terpakai sudah tersusun di tempatnya. Namun Fariz tak melihat Haura ada di sini. Perasaannya belum tenang, ia melangkah, saat matanya mendapati kotak tersebut, Fariz langsung membuka dan mengecek.

Bersyukur, semuanya masih lengkap. Ia kembali menutup kotaknya lantas pergi ke atas untuk menemui Haura.

Saat pintu kamar terbuka, Haura tengah duduk di tepian ranjang sebelah kiri. Menundukkan kepala, entah ekspresi seperti apa yang ada pada Haura saat ini. Fariz melangkah perlahan.

"Ra." Fariz menyentuh pundak kanan Haura, sontak Haura menoleh. Kemudian Fariz duduk di sebelah Haura.

"Kamu nggak kenapa-kenapa, kan?" tanya Fariz dengan suara cemas seraya menyentuh kedua tangan Haura. Namun Haura justru menautkan kedua alisnya heran.

"Mas yang kenapa, kok pulang lagi?"

"Um.." Fariz menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Sekarang ia merasa lumayan aman, Haura bersikap biasa saja. Kondisi hati pun sepertinya masih sama.

Haura mengangkat satu alisnya, "Kenapa Mas, ada yang ketinggalan, kah?"

"Kita pergi keluar, mau?"

Pertanyaan Fariz benar-benar membuat Haura keheranan, "Mas kan hari ini kerja. Lagian mau ke mana lagi, sih?"

"Ada deh, yuk." Fariz bangkit dari duduknya sembari menggenggam lengan Haura.

"Mas harus kerja, jangan bolos."

"Nggak masalah lah, di tinggal seharian, kan."

"Katanya, kerja itu buat memperindah masa depan, karena nggak mungkin selamanya kita berdua. Jadi, kenapa, berubah pikiran?" tanya Haura cukup membuat langkah Fariz terhenti.

Haura menggigit bibir bawahnya melihat wajah Fariz yang tanpa ekspresi. "Ini juga salah satu usaha agar kita nggak selamanya berdua."

Haura bertaut alis, benar-benar ia tak paham.

"Maksudnya?"

"Ayok." Fariz kembali melangkah menuju keluar ketimbang menjawab pertanyaan istrinya yang kebingungan. Karena saat ini, penting sekali untuk membawa Haura keluar.

Setelah bokongnya mendarat di jok, segera Fariz menyalakan mobil untuk segera menjauh dari pekarangan rumahnya. Sementara Haura hanya diam.

Tak ada pembicaraan. Mobil terus melaju membelah jalanan kota. Di sisi kanan, lelaki itu tengah fokus menyetir, sementara di sisi kiri, Haura hanya bisa menyaksikan bangunan-bangunan kokoh menjulang tinggi. Di tambah, kepalanya sedang mencocokkan tingkah aneh Fariz dengan hal yang ia temui di gudang tadi.

Cinta & Rahasia [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang