Bab 41: Benarkah Sudah Tak Bernafas?

302 26 32
                                    

"Hanya Allah lah yang mengatur segalanya. Menghendaki apa yang sudah menjadi kehendak-Nya." — CDR

VIAN menundukkan kepalanya, tiba-tiba saja ada suara yang memanggil namanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

VIAN menundukkan kepalanya, tiba-tiba saja ada suara yang memanggil namanya. Suara itu sangat Vian kenal. Sontak Vian menoleh ke belakang. Vian menghela nafas gusar, lalu membuang pandangannya lagi, sementara si pemanggil terus melangkah mendekati Vian yang tengah duduk di kursi luar.

"Ngapain lo kesini?" tanya Vian ketus tanpa menoleh sedikit pun, netranya hanya lurus ke depan menyaksikan mobil dan motor yang berlalu lalang di jalanan.

"Gue sangat menyesal, Bang," sesal Fariz duduk di samping Vian.

"Setelah Haura kaya gitu, lo baru menyesal?"

Fariz menggeleng pelan, "Gue minta maaf." Lagi-lagi Fariz mengucapkan maaf. Karena ia pun bingung harus bicara apalagi. Untuk membela diri pun ia tak mungkin. Sadar dengan apa yang telah ia perbuat. Kesalahannya sangat fatal.

"Gue pernah bilang, jaga Haura baik-baik. Bahagiakan dia. Buat Haura nggak merasa sendiri. Dan lo menyetujui itu, bahkan berjanji. Tapi kenapa lo ingkari itu, Riz? Dan yang buat gue gak bisa terima, lo ngerahasiain penyebab Ayah meninggal." Kini Vian menatap iris mata kebiruan milik Fariz.

"Janji itu selalu gue usahakan, Bang. Selalu gue lakukan, bahkan gue bener-bener mencintai Haura. Sekarang Bang Vian udah tau semuanya. Gue nggak akan memaksa untuk Abang maafin gue. Tapi gue harap, Bang Vian kasih gue kesempatan kedua untuk memperbaiki segalanya."

Vian menghela nafas berat, "Semua tergantung Haura. Tergantung keinginannya. Jika Haura memberi maaf bahkan kesempatan kedua, gue akan berusaha melakukan hal yang sama. Pun sebaliknya," keputusan Vian. Karena ia rasa itu yang paling tepat. Jika saja Haura masih menginginkan Fariz di dekatnya, Vian akan mencoba memaafkan Fariz.

Fariz mengangguk sebagai jawaban. Ia yakin, Haura akan memaafkannya. Haura wanita yang sangat baik dan pengertian, ia akan menceritakan segalanya dan membuat Haura mengerti serta meminta maaf. Fariz benar-benar ingin Haura secepatnya bangun dari koma. Lalu memanggil namanya dengan lantang.

"Vian!"

Keduanya sontak menoleh ke arah suara berat itu. Retinanya mendapati Alvaro yang berlari kecil, raut wajahnya tampak cemas.

"Kondisi Haura sekarang gimana?" tanya Alvaro menatap Vian. Lalu bergilir menatap Fariz.

"Masih dalam keadaan koma," jawab Vian. Sementara Fariz hanya terdiam saja.

"Gue mau lihat, dia." Hendak Alvaro akan melangkahkan kakinya lagi, namun Vian mencegah.

"Percuma, Al. Dokter belum mengizinkan."

Cinta & Rahasia [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang