Bab 07: Rinai Hujan

416 99 122
                                    

"Bersama dengan terjunnya air hujan, aku titipkan rasa pilu pikiranku, rasa bimbang diriku. Bawalah dua hal itu mengalir ke arah yang di tuju aliran air hujan. Setelahnya, beritahu aku dengan keindahan pelangi untuk menggambarkan jawaban dari dua hal itu." — CDR

FARIZ telah melaksanakan Salat Istikharah yang di perintahkan gadis itu untuk lebih memantapkan hatinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

FARIZ telah melaksanakan Salat Istikharah yang di perintahkan gadis itu untuk lebih memantapkan hatinya. Seperti biasa ia bersiap untuk pergi ke kantor. Ia mengambil parfum yang beraroma maskulin untuk menyegarkan penciuman. Cairan parfum mulai beterbangan kala ia semprotkan ke tubuh.

Lantas Fariz mengayunkan kaki menuju pintu kamar untuk sarapan, tentunya. Ia bergabung dengan Ravi dan Oliv yang sudah terlebih dahulu di meja makan. Beberapa menit kemudian Fariz menandaskan sarapannya, tak basa-basi ia langsung menuju luar. Ia masuk ke mobil pribadinya yang berwarna hitam. Lalu menyalakan dan melesat pergi.

Di perjalanan, ia habiskan dengan fokus menyetir saja. Mobil itu kembali berhenti di gedung bertingkat yang menjadi kebanggaannya. Perusahaan yang ia rintis dari nol tanpa campur tangan orang tua. Setelahnya, Fariz melenggang ke dalam.

Sapaan ramah para karyawan telah ia dengar, tak sedikit juga yang terdengar cukup berisik di telinganya. Memuji paras tampan nya, ada juga yang mengoceh tentang wajah datarnya.

Fariz tak terlalu mementingkan itu semua, ia mengabaikan saja dan terus melangkahkan kaki di antara para karyawan yang memberikan senyuman manis mereka. Jangan harap Fariz akan membalas senyuman itu, tentu tidak. Ia tak pernah tersenyum di hadapan orang banyak, sekalipun dengan karyawannya sendiri.

Fariz melirik ke kiri, netra nya mendapati gadis yang berjilbab sedikit menunduk di antara karyawan lain yang berjejer. Langsung Memori kepalanya mengingat hal kemarin. Ia masih tak percaya, gadis itu harus ada di lingkungan kantornya. Mungkin saja ini sudah takdir. Fariz juga sudah pasrah dengan keputusan hatinya. Ia hanya menunggu apa jawaban yang akan gadis itu berikan. Tanpa sadar, ia sedikit menyunggingkan senyum, namun tipis sangat tipis. Entah karyawan akan melihatnya atau tidak.

Lalu Haura, gadis itu sedikit mendongakkan kepalanya, sejurus kemudian Fariz langsung membuang pandangannya lagi dan terus melangkah menuju ruang kerjanya.

Para karyawan langsung duduk di kubikel nya masing-masing dan memulai untuk melakukan tugas-tugasnya.

"Haura," panggil Arum berbisik.

"Hm."

"Kamu sadar nggak?" tanya Arum tanpa menatap Haura. Dan tangannya terus berkutat di tugas miliknya.

"Sadar apa, mbak?"

"Tadi, si bos lihatin kamu, lama banget."

Haura terdiam karena mengingat hari kemarin.

"Kok diem."

"Mbak ih, kebiasaan banget bahas Pak Fariz lagi kerja. Udah nanti saja mbak, sekarang fokus kerja," ucap Haura, karena ia tak ingin Arum tahu kalau pikirannya sedang bingung.

Cinta & Rahasia [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang