“Wanita bukanlah barang mainan,
ketika bosan di ganti yang baru.” — CDRPAGI hari, Haura telah bersiap untuk pergi bekerja. Padahal pernikahannya tersisa sepuluh hari lagi. Sudah di larang namun ia tetap kekeh ingin pergi.
"Haura akan kerja satu kali lagi, Bu. Mau kasih undangan untuk mbak Arum, karena Haura belum kasih tau apa-apa, takutnya mbak Arum kecewa," izin Haura meyakinkan Ratih lagi.
"Hm, iya-iya ibu paham, terserah kamu saja."
Haura mengangguk, lalu ia pergi ke kamarnya untuk mengambil ponsel.
"Tiga kali enggak terjawab." matanya menatap layar ponsel. Tiba-tiba saja ponsel nya itu berdering kembali, tak basa-basi lagi, Haura langsung mengangkat panggilan itu.
"Jahat banget kamu, Ra. Mau nikah nggak ngasih tau aku, ya!" suara dari seberang telepon.
"Loh, kok kamu bisa tau, dari siapa?"
"Nah kan. Bukan di kasih klarifikasi, malah balik tanya, kenapa sih."
Haura memutar bola matanya malas.
"Bukannya gitu, kan Haura belum ngasih tau siapa pun termasuk kamu, sensi banget, heran."
"Pokonya kita harus ketemu hari ini."
"Tapi, Haura kerja nggak bisa."
"Ada jam makan siang kok, nggak ada penolakan pokonya."
"Haura yang nentuin tempatnya ya, biar deket dari tempat kerja."
"Siap."
Lalu panggilan di akhiri keduanya. Haura berdecak.
"Tumben banget dia telepon, bukannya dia lagi sibuk di luar Jawa, ya? Ah nggak sempet tanya lagi," sesal Haura sembari mengambil tas dan bergegas untuk keluar kamar.
***
Seperti hari-hari biasanya, Fariz pun pergi ke kantor. Sejak jam sembilan ia telah berkutat di depan laptopnya. Fariz menyenderkan punggungnya ke kursi kerja, ia mengucek kedua matanya. Rasanya hari ini begitu lelah, sejak semalam Fariz tak tidur karena mengerjakan satu proyek yang harus selesai hari ini.
Setelah di persilahkan masuk, seorang sekretaris masuk ke dalam.
"Maaf Pak, tamu yang sebelumnya sudah ada perjanjian sudah sampai, sekarang sedang di lobi. Saya izin persilahkan masuk ke ruangan bapak sekarang?" tanya seorang sekretaris berpenampilan rambut pendek sebahu mengenakan blazer coklat.
"Iya," jawab Fariz seraya menegakkan badannya lagi. Sekretaris itu mengangguk.
"Baik Pak. Saya izin pamit."
Sekretaris itu pergi. Memang hari ini Fariz ada perjanjian dengan tamu, lebih tepatnya tamu itu meminta agar di pertemukan dengan Fariz, selaku pimpinan Pratama Family's Company.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta & Rahasia [TERBIT]
Ficción GeneralPada malam yang masih dihiasi air hujan, petir serta kilat Haura harus menerima kenyataan yang menusuk perasaan. Mengikhlaskan kepergian sang ayah sebab insiden mengerikan. Serta takdir yang membawanya ke titik pendewasaan. Siapa sangka, setelah em...