Bab 28: Bermain Wanita

252 27 12
                                    

“Masa lalu bukanlah hal yang harus kita hindari. Tapi, harus di jadikan pelajaran untuk masa depan agar lebih hati-hati.” — CDR

WAJAHNYA mendongak, memerhatikan cahaya rembulan yang sedikit tertutup awan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

WAJAHNYA mendongak, memerhatikan cahaya rembulan yang sedikit tertutup awan. Kedua tangannya ia posisikan di atas lutut yang menjadi penyangga. Sedetik kemudian ia mengubah aktivitasnya menjadi mengetuk-ngetuk jarinya ke lutut yang terbalut celana hitam berbahan kaos.

Ia bosan, lalu beranjak berdiri dan mengayunkan kaki menuju pagar rumahnya dengan niat mengecek seorang wanita yang sedang ia tunggu di malam hari. Tangannya membuka pagar besi itu dan berjalan keluar.

Kakinya telah menyusuri trotoar jalan sepanjang belasan meter kurang lebih. Tak terasa cukup jauh ia melangkah. Tiba-tiba saja, kakinya berhenti cepat, ia berusaha menjelaskan penglihatannya. Matanya memicing, selang beberapa detik mata itu langsung membulat sempurna, rasa terkejut kini menyelimuti atas apa yang telah ia lihat.

Matanya telah di nodai dengan hal yang ia lihat, begitu juga dengan hatinya. Seakan remuk berkeping-keping malam ini juga.

Bagaimana bisa, wanita itu tega mengkhianati dirinya sekejam ini? Wanita yang sedang di nanti kedatangannya bercumbu tepat di depan mata begini?

Ia hanya bisa mengepalkan kedua tangannya tanpa berontak apa pun. Toh, wanita yang sedang melakukan pengkhianatan terlihat sangat menikmati dosa yang sedang di perbuat.

Sepersekian detik kemudian, wanita itu menatap ke arahnya berdiri. Ia bisa menangkap rasa terkejut dari sana. Sebelum wanita itu mengetahui betapa hancur dirinya, ia membalikkan badan dan melenggang pergi.

"Fariz!!" teriak wanita itu.

Fariz tak menghiraukan itu. Ia terus melangkah menjauh. Tetapi, wanita itu berhasil membuat Fariz berhenti dengan mencekal lengan Fariz kuat-kuat.

"Kamu salah paham," sanggahnya dengan suara terengah-engah.

"Salah paham di bagian mananya?"

"Aku dan dia cu-"

"Cuma khilaf?" Sambung Fariz langsung.

Karina menggenggam kedua tangan Fariz. "Percaya sama aku, aku nggak mungkin melakukan hal semacam itu tanpa alasan. Aku mencintaimu, aku nggak akan pernah mengkhianatimu."

Fariz melepaskan lengan wanita itu sembari tersenyum tipis, "Pengkhianatan memang harus memiliki alasan, kan? Alasan sudah bosan dengan yang lebih dulu. Lalu mencari yang baru, itu kan yang namanya alasan?"

Wanita itu menggeleng pelan, kelopak matanya telah mengeluarkan buliran bening, "Nggak gitu, aku mohon percaya sama aku."

"Apa yang harus di percayai lagi? Sedangkan, kamu menghancurkan kepercayaan itu."

Cinta & Rahasia [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang