Bab 08: Penentuan Tanggal

411 93 70
                                    

“Kebahagiaan itu tidak tergantung pada orang yang baru ataupun sudah lama. Tapi bagaimana kita pandai dalam mensyukuri hal apa pun yang Allah datangkan, entah itu baru ataupun lama." — CDR

MALAM hari, Fariz berdiri di balkon kamar sembari menatap langit hitam bertabur bintang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

MALAM hari, Fariz berdiri di balkon kamar sembari menatap langit hitam bertabur bintang. Aktivitas ini selalu ia lakukan kala dirinya berada di keadaan kacau. Setiap malam ia selalu dihantui rasa bersalah, entah bagaimana lagi ia menghadapi itu. Dengan mengabulkan janjinya pun rasa bersalah itu masih tetap ia rasakan.

Fariz mencengkeram rambutnya kasar sembari menarik nafas dalam. Lalu tangannya berangsur memegang besi di balkon kamar. Netranya kembali mengarah ke depan. Tanpa di undang, bayang-bayang kejadian malam itu memenuhi pandangan bak layar lebar yang berputar.

"Astagfirullah," lirih Fariz sembari mengusap wajah. Kemudian ia memilih untuk masuk ke kamarnya lagi, ia mendaratkan bokong nya di ranjang berukuran jumbo miliknya, lalu netranya menangkap kalender yang sudah penuh bulatan merah di setiap angkanya.

"Empat puluh hari telah aku bulati, Pak. Ini semua hanya untuk mengingatkan akan janjiku itu. Bapak yang tenang disana, aku hampir memenuhi janji, dan tinggal satu langkah lagi janji itu terpenuhi semuanya," kata Fariz seraya mengambil kalender yang ada di nakas.

Lalu ia merogoh ponselnya yang sejak tadi bergetar di saku celana. Fariz menggeser layar ke atas untuk membuka kunci. Ia menautkan kedua alisnya melihat pesan WhatsApp untuk segera turun ke bawah. Pesan itu dari Ravi—Ayahnya.

Tanpa berlama-lama Fariz turun ke bawah walaupun keheranan. Ia mengenakan baju kaos hitam lengan pendek, celana abu panjang yang berlogo centang di bagian kirinya.

"Ada masalah apa, Pa?" tanya Fariz yang telah duduk di sofa berwarna putih berukuran panjang ke samping itu.

"Haura menerima lamaranmu." Tanpa basa-basi lagi Ravi langsung mengabari hal yang ingin di sampaikan selarut malam ini.

Fariz berpikir, bukankah Haura belum ada jawaban? Namun selarut malam ini Haura mengabari telah menerima. Lalu otak nya berputar lagi, ia baru ingat, bahwa dirinyalah yang meminta agar Haura langsung menjawab tanpa ada penolakan.

"Alhamdulillah, Pa."

"Besok kita akan pergi ke sana lagi untuk menentukan tanggal pernikahan," tutur Ravi, Fariz hanya bisa mengangguk saja.

***

Haura tengah berkutat di laptop berukuran 14 inci miliknya. Tak ada hal penting, ia hanya membuka akun instagram saja untuk melupakan pikirannya yang tengah berlayar.

Sontak ia mengerjapkan matanya berulang kali kala netranya mendapati username lelaki yang akhir-akhir ini memenuhi pikirannya di saran teman untuk di follow. Sebenarnya Haura tak tahu jika lelaki itu memiliki akun Instagram. Ia pikir lelaki itu berbeda.

Cinta & Rahasia [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang