Chapter 08

26.3K 1K 7
                                    

Hari ini adalah hari pertama untuk Nara datang liburan keluar negeri. Pasalnya ia tak pernah keluar negeri, dengan alasan karena tak ada biaya juga karena tak ada tujuan pergi kemana. Karena ia ingin pergi kesemua negara.

Hari ini ia sudah bangun lebih awal, bukan karena apa hanya saja ia selalu mengingat perkataan Alva ketika sebelum tidur sampai bangun tidur.

Sebenarnya ia tak ingin mandi lagi mengingat ia sudah mandi paginya setelah sampai tadi. Namun Alva mengirim pesan padanya pada intinya adalah ia harus tampil bagus dan terlihat berkelas. Akhirnya mau tak mau Nara kembali mandi dari segala keramas sampai membersihkan ujung kuku kaki pun.

Ia tak ingin diejek oleh bos arogan itu. Ia juga ingin tampil profesional dalam rapat penting nanti. Namun rasa gugupnya melebihi apapun. Tak dapat dipungkiri bahwa kini ia sangat gugup.

Saat jam sudah menunjukan pukul 09.35 Nara keluar dari kamarnya, tak lama setelah ia keluar seseorang dari kamar sebelah juga keluar menggenakan pakaian formal. Kemeja putih bersih dasi hitam dibalut jas senada mewah dan celananya. Sepatu yang mengkilap lancip dan sisiran pria itu menunjukan bahwa ia adalah orang terpandang dan bukan hanya orang biasa sama sepertinya.

"Ngapain bengong?" ucap Alva sembari menilai penampilan Nara pagi ini.

Gadis itu hanya memakai dress biasa pagi ini. Dress merah cerah selutut dengan paduan high heels warna senada. Memakai make up yang amat natural dan lipstik merah mudanya. Rambut hitam panjangnya diikat menjadi satu dibelakang, dan sedikit memperlihatkan leher putihnya. Sangat sempurna.

Tanpa Alva sadari bahwa sedari tadi ia sudah hanyut kedalam pesona Nara.

"Bapak juga ngapain bengong?" tegur Nara mengejek Alva. Emang hanya bosnya saja yang bisa mempermainkannya, dirinya juga bisa tahu.

Detik itu juga Alva memalingkan wajahnya. Sial. Gumamnya dalam hati.

Disisi lain Nara terkikik geli melihat reaksi bosnya yang salah tingkah.

Nara memilih berjalan dulu menuju lift diikuti Alva dibelakangnya. Namun belum sempat masuk kedalam lift, langkah kaki Nara berhenti karena kaget.

Tiba tiba saja Alva menarik ikat rambutnya membuat rambut panjangnya seketika tergerai bebas dan terkena angin. Nara berbalik dan melotot tak setuju. "Bapak kenapa sih??" jengkel Nara. Percuma sudah usahanya ketika ia menyisir rambutnya lebih dari lima belas menit agar terlihat rapi jika pada akhirnya Alva melepas ikatannya dan berjalan masuk kedalam lift tanpa memperdulikan Nara. "Lehermu tidak baik dilihat para pria"

Nara mengerutkan keningnya tak paham. Aneh.

Ruang rapat

Nara meremas remas jari tanganya yang diatas pangkuannya sendiri. Kedua kakinya dibawah sana juga ikut gemetar gugup.

Kini yang ia lakukan hanya diam dan mendengar setiap ucapan yang keluar dari setiap orang, kecuali dirinya sendiri tentunya.

Matanya sesekali menengok kearah Alva yang dengan santainya menyampaikan pendapat dan kadang terlihat serius saat menerengkan sesuatu yang dirinya sendiri tak tahu.

Ia cukup sadar bahwa ia bukan golongan orang pintar apalagi cerdas. Ia bahkan hanya bisa menghafal beberapa kata dalam bahasa Inggris itu saja dirinya harus menghafal dalam bermalam malam. Dan disaat ditanya pun ia hanya mengangguk atau menggeleng kadang ia juga menjawab 'yes' dan 'no' saja. Tanpa meributkan bahwa lawan bicaranya sedang pusing mendengar jawabannya.

"Miss Nara, bagaimana pendapat anda tentang perusahaan yang akan kita bangun bersama ini?" tanya seorang pria berambut yang sudah putih sebagian, dalam bahasa Inggris.

Falling Love With Boss Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang