Chapter 15

23K 853 27
                                    

KAMAR NARA

Kiran membuka pintu kamar anaknya. Ia menghembuskan nafas pendek saat pendapati Nara terlelap dengan cara tak nyaman.

Gadis itu belum melepas sepatunya atau jaketnya dulu. Koper dan tasnya dibiarkan masih didepan pintu membuat Kiran lagi lagi harus extra sabar menghadapi anak perempuannya.

"Nara" panggilnya berusaha membangunkan sang anak.

Namun Nara tak bergeming. Ia masih nyenyak dalam tidurnya.

Kiran beralih membersihkan koper dan tas anaknya dan menaruhnya ditempatnya.

Kiran mengerutkan dahinya saat ia baru tahu bahwa Nara tertidur sambil memeluk sebuah buku. Buku berukuran tanggung bewarna ungu muda, dan ditengah tengahnya ditulisi Diary Ely

Kiran hanya menggeleng gelengkan kepalanya. Putrinya tak berubah sejak dulu. "Nara" panggilnya lagi namun kali ini lebih bervolume.

Nara hanya bergumam tak jelas lalu berbalik badan memunggungi sang bunda dengan kedua tangan masih memeluk buku diarynya.

"Nara" geram Kiran pada Nara karena tak kunjung bangun juga.

"Hmm"

"Bangun nak, kita sarapan dulu yuk"

"Masih ngantuk Bunda"jawab Nara tak jelas dibalik bantal.

Nara yang tak lagi mendengar suara sang bunda mengerutkan dahinya. Apa bundanya sudah pergi?

Ia berbalik badan dengan rasa kan tu dan lelahnya menjadi terlentang dan kini ia menyengir saat bundanya masih disini dan menatapnya "Ayo turun, Bunda udah masak. Kita makan"

Nara hanya mengangguk sekali lalu memejamkan matanya kembali

"Na-"

"Bunda tunggu dulu aja dulu, nanti Nara nyusul"

"Masih pusing soalnya" sambungnya.

Kiran mengangguk dan mulai meninggalkan kamar anaknya. "Cepet ya, Ayah kamu udah nunggu"

"Iya" jawab Nara melirik kearah pintu yang sudah tertutup.

Kini dirinya terduduk dirinya ranjang sambil mengacak rambutnya kesal.

"Tadi itu mimpi?"

"Aakh! Aku memimpikan itu lagi!" racaunya mengacak rambutnya.

🍂

Seorang pria keluar dari ruang rapat dengan rahang yang mengeras. Langkah kakinya begitu lebar membuat sekretarisnya kewalahan sendiri dibelakangnya.

"Saya minta maaf pak"

Pria berjas hitam rapi itu hanya diam namun siapa yang tahu bahwa ia memendam semua amarah yang siap dilontarkan pada sekretarisnya itu.

Ia tetap melangkah menuju ruangannya sendiri, tanpa menghiraukan tatapan aneh dari semua karyawan dikantor.

"Arkan, Pak Alva marah?" bisik salah satu karyawan gadis kepada sekretaris cowok itu.

Arkan hanya menoleh sesaat namun kembali melangkah mengejar Alva yang sudah diruangannya sendiri. Tanpa mengetok pintunya dulu Arkan langsung menyelonong masuk begitu saja karena pintunya masih terbuka akibat Alva membukanya tadi.

Arkan menegeuk salivanya sendiri saat matanya menangkap posisi bosnya yang duduk di kursi kebesarannya dengan kedua tangan yang menyatu dan sejajar dengan wajahnya tak lupa tatapan tajamnya itu yang mampu membuat siapa saja mengalihkan pandangannya.

Falling Love With Boss Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang