Hari sudah pagi. Cahaya mentari sudah mengintip dibalik awan awan dan beberapa embun berjatuhan pada rumput rumput ditanah yang saat ini sedang di lalu Nara.
Ia sudah sampai di Malang sekitar pukul 05.20 ia sengaja berangkat waktu malam sehingga nantinya ia sampai disini masih pagi. Ia ingin membuat kejutan pada orangtuanya.
Kini ia hanya berjalan disepanjang jalanan yang amat ia hapal. Waktu kecil dulu ia selalu bermain ditempat ini bersama anak anak lain.
Beberapa orang tua juga sedang melintas dijalan yang sama. Mereka kaget melihat Nara disini, pasalnya sudah lama sekali gadis desa itu merantau.
Nara tersenyum lebar dan manis, serta menanggapi ucapan salam dari beberapa warga disini. Tak dapat dipungkiri Nara juga kangen dengan suasana desa kecilnya ini.
Setelah berjalan sekitar tiga menit, akhirnya Nara sampai didepan sebuah rumah minimalis namun indah dengan banyaknya pot bunga diteras.
Ia rindu pada rumahnya. Terlebih lagi ia rindu pada orangtuanya.
Tok tok tok
Cukup lama ia menunggu tapi belum ada tanda tanda seseorang akan membuka pintu atau sekedar menjawab.
Tok tok tok
Ceklek!
Kiran membuka pintu rumahnya. Ia baru dari belakang rumah tadi, jadi tak cukup mendengar ada seseorang yang datang kemari.
Kedua mata wanita setengah baya itu membulat sempurna. Ia menatap tak percaya pada seorang didepannya yang tak lain adalah Nara, anaknya sendiri.
"Nara!" seru Kiran berbinar, ia segera merengkuh tubuh anak gadisnya dan meneteskan air matanya saking terharunya. Ia tak percaya bahwa hari ini Nara datang kemari.
Nara tersenyum haru melihat bundanya yang menangis. Mungkin rasa rindunya kepada keluarga tak sebanding dengan rasa rindu bundanya kepada anak anaknya. Ia mengelus pelan punggung bundanya dan sesekali mencium pipi tembam Kiran.
"Kangen Bunda" lirih Nara menahan isak tangisnya.
Kiran mengangguk angguk, dan semakin memeluk tubuh anak bungsunya.
Setelah beberapa detik Kiran melepas pelukannya yang terlalu erat itu. Tangannya mengelus lembut pipi anaknya yang semakin tirus saja.
"Kapan kamu sampai?"
Nara tersenyum. "Baru aja Bun"
"Yaudah ayok masuk, jangan diluar. Masih pagi, dingin juga" ucap Kinar dan dibenarkan oleh Nara.
Udara dipagi hari di Malang memang sangat dingin apalagi desanya dekat dengan sebuah pegunungan membuat ia kedinginan saat pertama masuk kesini tadi.
Hawa dan rasa sudah berbeda dan tak sama seperti terakhir kali ia meninggalkan desa ini.
"Duduk dulu. Kamu mau minum apa biar Bunda bikinin"
Nara menggeleng pelan. "Nggak usah Bunda, bunda disini aja temani Nara. Nara masih kangen" pintanya sedikit merengek.
Kiran tersenyum geli melihat kelakuan anaknya. Meskipun umur Nara sudah bisa dibilang dewasa namun kelakuannya kepada keluarganya tetap seperti anak kecil.
"Yaudah, tapi Bunda panggilin Ayahmu dulu" Nara mengangguk sekilas.
"Emangnya Ayah lagi ngapain Bun?" kepo Nara
"Ayahmu tuh lagi di kebun, biasa olahraga pagi" Nara terkekeh kecil.
Kemudian Kiran meninggalkan Nara sendirian diruangtamu dan berganti menuju belakang rumah dimana suaminya berada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Falling Love With Boss
General FictionMemiliki anak diluar nikah bukanlah impian semua perempuan, namun hal itu terjadi pada Nara. Ketika ia ingin fokus mengejar karir dan bahagia bersama pasangannya tiba tiba takdir atas dirinya berubah total semenjak ia mengenal siapa itu Alvaro ===...