Chapter 16

20.9K 900 27
                                    

"Apakah aku masuk angin? Soalnya tadi malam aku cuma pake tanktop aja"

"Mungkin aja karena udara disini dingin makanya aku masuk angin" gumam Nara dan membersihkan mulutnya bekas muntahan.

Setelah selesai Nara kembali keruang keluarga. Ia mendapat telfon dari Vanya, apakah anak itu tidak bekerja?

Tapi akhirnya Nara tetap membawa panggilan dari temannya dan mematikan televisi lalu naik kekamar atasnya.

🍂

Disebuah dapur perusahaan terdapat satu gadis yang tengah bertelfonan berdiri sambil menunggu air mindidih.

Vanya tertawa ringan mendengar suara kesal Nara dari seberang sana. Ia sengaja mengerjai Nara dengan membawa bawa nama Piko.

"Tadi malam Piko nangis sih, katanya dia cariin kamu"

"Terus, kamu bilang aku kemana?"

Vanya tersenyum jahil. "Aku bilang kamu minggat dari rumah. Cari rumah baru, eh dia malah nangis!"

Nara melotot. "Ish kamu sih! Seharusnya kamu bilang kalo aku lagi pergi sebentar nanti balik lagi. Kan Piko jadi nangis gara gara aku"

Vanya menganguk sebelah alisnya. "Sebentar? Bukannya kamu minggat seminggu ya?" sindirnya

Nara mendengus. "Ya kan kamu bohong ke dia sedikit aja ngak masalah. Lagian aku juga ngak minggat kok. Dih kamu ngarang cerita deh Van"

"Bohong apa? Bukannya kamu beneran minggat ya?"

"Vanyaa! Kalo sampe aku pulang besok aku bakar ya rumah kamu, tapi aku selamatin Piko dulu!"

Vanya tertawa. "Emang Piko mau kamu ajak kemana?"

Nara terdiam. Lalu tak lama kemudian dia menjawab membuat Vanya semakin tertawa. "Kua. Aku mau nikahin dia, biar ngak diganggu kamu terus"

Vanya mengusap matanya yang berair. "Yakali kamu nikah sama marmut! Ada ada aja kamu"

Nara pun tertawa, menertawai tingkah konyolnya sendiri. Ia merasa aneh dengan dirinya.

Vanya mematikan kompor dan menuangkan air panas itu kedalam gelas yang sebelumnya sudah ia isi dengan kopi dan gula.

"Ekhem"

Vanya berjingkat kaget. Ia menoleh kebelakang dan sudah mendapati bos mudanya berdiri diambang pintu.

"E-eh Pak Alva mau buat kopi juga?" tanyanya sedikit grogi.

Alva hanya mengangguk mengiyakan. Tapi pandangan lelaki itu tertuju pada ponsel yang sedang digenggam Vanya. Masih dalam keadaan menelfon Nara.

Vanya dengan segera mematikan panggilan itu secara sepihak dan segera menyelesaikan kopinya.

"Bapak mau saya buatkan kopi sekalian?" tawar Vanya pelan, tak berani menatap wajah sang bos.

"Saya bisa sendiri" datar Alva membuat Vanya langsung kicep.

"Ka-kalo begitu saya perlu dulu pak" pamit Vanya dan berlalu keluar dari dapur dengan membawa kopinya.

Falling Love With Boss Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang