Chapter 09

23.7K 930 14
                                    

Selamat membaca!

Tak terasa lima hari sudah berlalu. Dan hampir seminggu sudah Nara bertempat tinggal sementara dinegeri orang

Dan tinggal dua hari lagi akan pulang ke tempat asalnya. Selama lima hari ini ia kembali disibukan dengan proyek proyek yang ada dan beberapa berkas yang harus ia kerjakan bahkan kalau tak selesai ia harus melembur.

Apa boleh buat? Semua ia lakukan untuk mencari nafkah keluarganya yang ada dikampung. Ia tak tahu lagi bagaimana kabar kakak laki lakinya bersama istrinya disana. Sudah lama mereka tak berhubungan, mungkin sejak empat bulan yang lalu.

Ia harus kerja banting tulang untuk memberi uang kepada orangtuanya setiap minggu sekali. Dan biasanya ia menambahkan beberapa bonus didalamnya karena mengingat sudah waktunya mereka membayar hutang.

Nara mengehela nafas panjang, matanya nampak lelah dan terdapat lingkaran hitam disekitar matanya. Ia lembur dua malam belakangan ini, karena ia masih memegang janjinya. Bahwa ia akan bekerja secara profesional.

Mengingat ngingat tentang Alva, bos satunya itu sudah tak seperti dulu lagi. Kini ia tak perlu gugup jika berdeketakan atau berdampingan dengan pria itu karena sifat dan perilakunya mulai berubah.

Yang dulunya dingin dan cuek menjadi lebih terbuka padanya. Yang dulunya pelit senyum sekarang ibarat senyumnya itu sepuluh ribu dapat tiga kali, masih agak mahal juga. Ya walaupun sudah tak semahal dulu.

Namun yang membuat Nara takjub adalah bahwa ia tak mengetahui sisi lain dari 'cruel boss' itu.

Alva ternyata sangat takut dengan sebuah 'ikat rambut' ternyata selama ini sifatnya itu ia tutupi secara rapat dengan sifat dingin dan tak tersentuhnya. Ternyata ia juga seorang penakut, sama seperti kebanyakan manusia pada umunya.

Hal itu Nara ketahui saat kemarin sore setelah ia selesai mandi. Waktu itu sedang menyeduh cokelat panasnya dibalkon sambil menikmati pemandangan dari kamarnya.

Tiba tiba Alva juga keluar dari dalam kamarnya menuju balkon. Awalnya Nara bersikap baik dengan senyum ramahnya dan melambaikan tangannya namun ekspresi pria itu datar dan tak pernah meliriknya.

Memang dasarnya jarak balkon satu dengan lainnya tak berjauhan membuat keduanya bisa duduk lebih dekat. Sampai entah bagaimana ceritanya sebuah angin dari arah berlawanan menerpa wajah Nara membuat seketika rambutnya berantakan dan ikat rambutnya lepas menuju wajah Alva yang sedang dibelakangnya.

Saat menyadari yang menyentuhnya adalah sebuah ikat rambut. Alva langsung berteriak kaget sambil melempar ikatan lingkaran itu jatuh kedasar lantai.

Nara ingin menangis melihatnya. Meskipun kecil dan murah namun jika tak ada benda itu ia bisa mati kegerahan. Disisi lain Alva sudah berkomat kamit tak jelas sambil memasuki kamarnya kembali. Sesekali pria itu mengusap wajahnya jijik.

Awalnya Nara tak paham tapi setelah diteliti lagi ternyata bosnya itu memang takut pada benda yang sering digunakan wanita pada rambutnya.

Dasar bos cemen!

Malam hari ini akhirnya Nara bisa tidur dengan nyenyak tanpa harus ada laptop atau kertas berkas disampingnya. Ia ingin mimpi indah malam ini.

Pukul sembilan malam lebih tujuh menit itulah yang Nara baca jam pada hpnya.

"Waktunya bobok"

Setelah membersihkan dirinya serta make up diwajahnya yang seharian menempel dimukanya, gadis berambut cepol itu melepas bajunya. Dan hanya menyisakan bra serta hotpants saja untuk tidur.

Setelah mencari cari tempat yang nyaman ia melepas ikatan rambutnya dan menarik selimut tebal untuk menutupi tubuhnya yang hampir polos setengah.

Itulah keunikan Nara yang jarang diketahui orang lain termasuk keluarganya dan Vanya, sahabatnya sendiri. Ia selalu kegerahan jika tidur memakai baju apalagi diwaktu musim panas tapi ia akan kedinginan jika semalam bertelanjang dada seperti itu, jadi ia menaruh selimutnya sampai batas dada kedua tangannya yang keluar agak bisa dingin dan tak jarang jika sebelah kakinya keluar dari batas selimut.

Falling Love With Boss Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang