Chapter 12

24.1K 901 11
                                    

Nara

Kedua mata ini ingin terbuka namun sayangnya mataku hanya bisa terpejam dan terpejam. Padahal sinar matahari sudah membangunkannya sedari tadi. Namun apa dayanya kedua mataku ini. Rasanya aku baru tertidur tiga jam yang lalu.

Rasanya masih nyaman disini. Hangat. Empuk. Dan harum. Tapi rasa rasanya ada yang aneh. Didalam kamar hotelku tidak tersedia bau parfum mint. Harum siapa ini?
Setelah sepuluh detik berkutat dengan pekiranku sendiri akhirnya aku sadar sesadar sadarnya.

Ini bukan kamarku dan ini bukan bau harum dari parfumku.

Kubuka mataku sedikit demi sedikit menghalangi sinar matahari yang masuk ke mataku secara langsung.

Aku terdiam. Selama lima detik.

Aku sadar ini bukan kamarku tapi aku belum sadar dengan keadaanku saat ini.

Kugerakan tanganku perlahan naik keatas, jari telunjuk ku menunjuk atap kamar. Lalu tak lama kemudian tanganku terjatuh, selemas itu diriku sekarang.

Aku merasakan seluruh tubuhku menghangat bercampur panas. Dengan perlahan lahan aku menaikan pandangan mataku.

Wajah seorang pria. Dia bosku, Alva namanya. Pak Alva masih tertidur dengan pulas. Matanya terpejam erat seperti kelelahan.

Setetes cairan bening tiba tiba mengalir begitu saja dari mataku. Siapa pria yang sudah melakukan semuanya padaku. Satu satunya pria yang berani menyentuhku. Satu satunya pria yang sudah melihat lekuk tubuhku tanpa cela. Dia melakukannya tanpa rasa cinta. Dan dia dengan seenaknya mengambil mahkota berhargaku yang selama ini aku jaga baik baik. Aku hanya ingin memberikannya kepada suamiku kelak, namun kenapa malah pria itu yang mencurinya duluan?!

Rasa hidupku ini begitu hambar. Hitam dan putih. Hampa. Dan tak berarti.

Perlahan kuangkat tangan kanannya yang masih diatas perutku sambil tetap menangis. Aku tak bisa menahan rasa tangis ini, sudah aku coba untuk berhenti namun yang ada air ini semakin gencar untuk keluar.

Kedua pahaku terasa sakit dan kaku. Disaat aku menggerakannya sedikit saja akan terasa perih dan nyeri. Tapi aku tidak perduli aku turun dari ranjang, menyibak selimut yang menutupi tubuh polos kami. Dengan langkah sedikit pincang aku memunguti semua pakaianku yang masih berserakan dilantai akibat kejadian tadi malam.

Sesegera mungkin aku memakai kembali bajuku dan merapikan sedikit wajah dan rambutku yang acak acakan.

Kusambar tasku dan membuka pintu kamar hotel milik Pak Alva. Namun sebelum kakiku melangkah dengan rasa segala kemanusiaan aku masih mau menoleh kebelakang dan mengamati sebentar wajah Pak Alva yang masih pulas.

Setelah menutup pintu dengan pelan pelan. Aku beranjak kearah samping dimana kamar ku berada. Aku segera masuk dan mengunci pintu takut ada orang masuk.

Aku melepas seluruh pakaianku dan berlari kekamar mandi. Aku menangis disana, menangis sendirian. Tanpa ada yang tahu kesedihanku saat ini. Menangis sendirian dengan sebuah jaket bewarna merah maroon didalam dekapanku.

"Aku benci!" teriakku melempar jaketku itu dan menangis lebih keras. Kali ini aku terduduk lemas diatas dinginnya lantai kamar mandi dengan guyuran air shower diatasku dan menjambak rambutku sendiri.
Tak mau berlama lama, aku segera mandi Membersihkan diriku yang kotor ini. Karena empat jam lagi kami pulang ke negera kami.

🍂

Indonesia, 12.54

Nara memasuki rumah kos-kosannya dengan langkah lunglai. Kakinya lemas karena kebanyakan berdiam didalam pesawat.

Falling Love With Boss Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang