{25} Pengkhianatan

95 20 1
                                    


"Ck, Jeno nggak bales chat gue dari tadi sore." Jaemin menyenderkan punggungnya pada sofa di rumah Heejin itu.

"Ya udah sih, dia juga punya kesibukannya sendiri," timpal gadis Parallax alias Heejin. Pasalnya sedari tadi Jaemin mengeluh tentang Jeno yang tidak membalas-balas chat-nya.

"Padahal dia sempet aktif walaupun cuman beberapa detik doaaang," rengek Jaemin.

Heejin mendecak sebal, "Rese lu kayak cewek."

"Eh?" Jaemin menaikkan kedua alisnya. Ia mendekatkan kepalanya pada Heejin. "Jadi lu suka rese kalau nungguin chat dari gue?" Pemuda itu menaik-turunkan kedua alisnya dengan senyuman menggoda membuat Heejin melemparkan tatapan jijiknya.

Jaemin kembali menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa dengan santai. "Iya deh maaf. Nanti kalau lu chat, gue bakal bales cepet. Banyak cewek yang chat gua soalnya. Biasa, orang ganteng suka jadi rebut– AW! IYA MAAP, GAK USAH JAMBAK JUGA, JAMILAH!"

Heejin melepaskan rambut Jaemin. "Oh jadi itu alesan lu sering telat jawab chat gue, ha?! Sibuk sama para degem kesayangan lu?!"

Gadis itu mengerucutkan bibir. "Pas sama gue, sekarang sibuk nungguin balesan dari Jeno. Pacaran aja sana sama Jeno!"

Jaemin yang sedang merapikan rambut, dengan santai berkata, "Pengennya sih gitu–ADUH! IYA CUMAN BERCANDA DOANG ELAH." Heejin melemparkan bantal-bantal di sofa ke wajah pemuda di hadapannya itu.

"Kenapa sih? Lagi PMS, ya? Ngamuk Mulu," tanya Jaemin tanpa dosa setelah Heejin berhenti.

"Bodo amat."


Pemuda bermarga Na itu mendekatkan kepalanya lagi ke Heejin dengan tatapan jahilnya. "Cemburu, ya?"

.

"Beli ini juga, Jaem." Heejin memasukkan sebungkus biskuit coklat ke dalam keranjang belanjaan yang dipegang oleh seorang pemuda yang kini pipinya terdapat cap merah akibat gadis di hadapannya itu.

Jaemin mengusap sedikit pipinya sambil meringis kecil. "Udah? Ini aja?" tanyanya yang dijawab anggukan oleh Heejin.

Jaemin pergi ke kasir untuk membayar camilan-camilan yang ada di keranjang belanja dengan Heejin yang menunggu di luar supermarket.

"Nih." Pemuda bermarga Na itu memberikan es krim pada Heejin karena memang gadis itu dari awal meminta untuk memakan es krim terlebih dahulu.

Heejin menerima es krim itu dengan pandangan fokus ke sekitar. "Jaem, lu denger gak sih?"

Alis Jaemin mengernyit. "Apaan?" Ia menajamkan pendengarannya.

Tak butuh waktu lama, pendengarannya menangkap sesuatu. "Kok kayak ada suara rame-rame?"

"Nah itu! Suaranya kayak dari..." Heejin menoleh ke belakang. "Kebun karet?"

"Ck, kenapa sih harus tu tempat lagi? Dulu perang antara Werewolf sama Werecoyote di sana. Waktu mau nangkep Shtriga juga di sana. Sekarang, tiba-tiba ada suara– HEH BEB MAU KE MANA?" Jaemin memekik saat Heejin mengabaikan celotehannya dan berlalu ke belakang supermarket.

Jaemin menyusul gadis itu. "Ayangku, denger ya, jangan asal pergi aja–"

"Sst! Berisik amat jadi orang," tegur Heejin dengan berbisik membuat Jaemin mencebikkan bibir.

"Bantu gue lompat ini." Jaemin menggeleng cepat mendengar permintaan gadis di sampingnya ini.

Melompati pagar kawat dan memasuki kebun karet? Yang benar saja!

"Nggak, nggak, ini udah malem. Gue tahu lu penasaran. Tapi kita gak bisa terus-terusan terlibat hal-hal kayak gini. Mending pulang yuk terus makan es krimnya," ucap Jaemin, menarik tangan Heejin.

Extraordinary Children [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang