Jeno mengerjapkan matanya beberapa kali. Menormalkan penglihatannya yang buram. Mengumpulkan kesadaran sepenuhnya. Pusing sedikit menghinggapi kepalanya.
Setelah penglihatannya normal, ia sadar sedang duduk di kursi dan masih berada di kamar sepupunya dengan lampu yang tidak dinyalakan.
Dua makhluk yang ia lihat sebelum kehilangan kesadaran, kini muncul di hadapannya.
"Siapa kalian?" tanya Jeno. Ia sadar dirinya diikat.
"Tenang, anak muda. Kami tidak akan melukaimu selagi kau menuruti perintah kami," jawab si wajah setengah tengkorak. Sedangkan setengah wajahnya lagi terlihat pucat dan penuh luka. Ucapannya disetujui oleh makhluk bergigi tajam.
"Yang ada gue yang lukain lu pada." Jeno memberontak, tali yang mengikatnya bahkan hampir putus.
"Eh, eh, bercanda, bercanda. Tunggu, tunggu." Makhluk setengah tengkorak itu membuka tudung jubahnya. Seketika wajahnya berubah menjadi seorang pemuda. Si makhluk bergigi tajam juga berubah.
Jeno berhenti. Mengernyitkan alis melihat dua pemuda di hadapannya. Ia pernah melihat dua orang ini di sekolah. Si pemuda yang awalnya berwajah setengah tengkorak itu berbicara kembali,
"Gue Park Jihoon. Dia Park Woojin."
Woojin, yang awalnya merupakan makhluk bergigi tajam, menambahkan, "Kita satu sekolah. Lu Lee Jeno, 'kan? Ketua ekskul atletik?"
Jeno mengangguk. Pikirannya masih kaget menerima kenyataan ini.
Jihoon membuka tali yang mengikat Jeno. "Itu adik lu. Udah gue bikin tidur," ucapnya sembari menunjuk ke arah tempat tidur.
Adik sepupu Jeno terlihat tidur dengan tenang di kasur.
"Elu apain?" tuduh Jeno. Masalahnya kan sebelumnya adik sepupunya ini nangis-nangis.
"Gak gue apa-apain, sumpah. Gue buatin susu coklat doang yang ada di dapur," jawab Jihoon.
Jeno tetap melihatnya dengan tatapan curiga. Hingga akhirnya terganggu oleh Woojin yang menyentuh lengannya.
"Elu kok kuat banget sih? Makan apa? Gue juga pengen dong," ucap Woojin, memperhatikan lengan Jeno yang berotot.
Jeno mendengus. "Pikirin dulu supaya orang-orang gak bisa mukul lu. Lu setan bukan sih? Gampang banget ditonjok," sahutnya.
"Ck, ck, ck, parah, Jin. Ngatain dia," ucap Jihoon.
Woojin menatap Jeno tajam. "Heh, gue tuh juga bisa kayak hantu-hantu lainnya yang nembus kayak di film-film gitu loh ya. Cuman tadi kebetulan aja lupa diaktifkan. Lu pikir gak perlu energi apa buat bisa gak kesentuh gitu?"
"Udah lah, manusia biasa kayak dia gak bakal ngerti. Bisanya julid doang," sahut Jihoon.
Jeno lagi-lagi mendengus kesal. "Gini-gini gue turunan dewa. Dewa Herakles. Gak kayak lu berdua yang cuman bisa nakut-nakutin."
Woojin dan Jihoon saling bertukar pandang, lalu tertawa terbahak-bahak mendengarnya. Tidak percaya. Namun melihat tatapan Jeno yang nampak serius. Mereka berhenti tertawa.
"Beneran?" tanya Jihoon, menghapus air mata yang mulai keluar karena tertawa.
Jeno tidak menjawab. Ia hanya mengalihkan pandangannya. Sudah lelah berhadapan dengan dua makhluk di hadapannya ini.
Woojin dan Jihoon sama-sama bersorak kagum. Jeno mendecih. Ia kemudian teringat sesuatu yang membuatnya menatap dua makhluk itu lagi.
"Kalian mau ngapain adek gue tadi ha?" tanyanya. "Kalian mau nyulik adek gue, 'kan? Ngaku!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Extraordinary Children [END]
FanfictionJudul awal: DOPPELGANGER Tentang para remaja yang tidak biasa dengan kekuatan luar biasa. Start: Jumat, 12 Juni 2020 !! Bahasa non-baku dan kasar!!