{36} 14 Juni

38 8 1
                                    

"A-apa?"

Baru saja bangun dari tidurnya, ia mendapati mejanya sudah dikelilingi oleh sekitar 19 remaja yang ia kenal.

Sekarang adalah hari Selasa. Hari yang tentunya masih hari sekolah. Walaupun begitu, anak-anak sekolah dibebaskan sebagai bentuk seminggu bebas sehabis PAT atau yang dikenal juga dengan UAS, kecuali bila ada yang mendapatkan remedial.

"Ada hal-hal yang perlu kita tanyain ke elu." Kini Doyeon, sebagai seseorang yang dekat dengan Tzuyu, yang bersuara lebih dulu.

"Tanya tentang apa?" tanya Tzuyu yang diselingi menguap.

"Lu... tahu gak di mana temen-temen kita yang hilang?" tanya Yena langsung. Tzuyu mengernyitkan alisnya.

"Ehem, jadi begini Kak Tzuyu terhormat." Chenle yang sedari awal hanya menyimak, kini mulai bersuara. Memang dari awal ia ditugaskan untuk menjelaskan semuanya bila gadis itu tidak mengerti. Kalau kata Lucas, biar Chenle ada kerjaan, nggak cuman nyimak doang selama diskusi.

"Ada beberapa temen kita yang hilang dari minggu lalu. Awalnya Kak Hendery, terus Kak Hyunjin, Renjun, Kak Seoyeon, dan baru kemarin itu Kak Eunbin. Menurut kesaksian beberapa dari kita sendiri, kalau mereka diculik sama iblis. Iblis-iblis itu juga sempat menyamar jadi Kak Hendery sama Kak Hyunjin buat nyerang atau mau culik kita. Terus ada juga para anggota Kabbalah yang ngehalang kita buat cari temen-temen kita itu," jelas Chenle panjang lebar. Mata Tzuyu membulat lalu berubah jadi sendu.

"Nah, kira-kira Kak Tzuyu tahu di mana mereka?" tanya Chenle, mengulangi pertanyaan Yena.

"Kemungkinan mereka ada di dimensi alam bawah. Dikurung di neraka," jawab Tzuyu, "Lagipula mereka gak akan selamat. Kalian juga."

"Maksud lu apa?!" Jinyoung tiba-tiba maju dan menggebrak meja Tzuyu membuat gadis itu terperanjat. Haechan dan Chenle yang ada di sebelahnya refleks menahan pemuda setengah burung tersebut. Mungkin akibat dari rasa kelelahan dan frustrasinya kemarin hari membuat dirinya emosian hari ini.

"Jinyoung! Tenang!" ucap Doyeon. Tzuyu menetralkan jantungnya yang tadi hampir lompat. Ia kemudian menghela napas berat sebelum akhirnya berdiri dari bangkunya.

"Bukannya kalian udah tahu? Ramalan itu? Udah dijelasin kalau kalian bakal gagal dan emang bakal gitu jadinya," kata Tzuyu dengan datar. Ia kemudian membelah kerumunan 19 remaja itu sehingga dirinya bisa melewati mereka, sedangkan kesembilan belas remaja itu tidak ada yang berkutik. Tzuyu menuju pintu kelasnya.

"Seharusnya kalian emang gak perlu ikut campur dari awal. Nyatanya kalian sendiri yang ngerasain derita sebelum waktunya," lanjut Tzuyu sebelum akhirnya keluar dari kelasnya.

Yang lain langsung saling bertukar pandang. Siyeon berdecak dan berlari mengejar Tzuyu ke luar kelas, yang lain juga ikut menyusulnya. Entah secepat apa Tzuyu, sampai-sampai dia sudah keluar dari gedung kelasnya.

"Tzuyu!" panggil Siyeon membuat gadis jangkung di depannya berhenti dan berbalik badan sembari menaikkan sebelah alisnya.

"Apa beneran gak ada cara buat kita ngubah ramalan itu?" tanya Siyeon dengan napas sedikit tersengal-sengal, "Kita pasti bisa ngubahnya, kan?"

Tzuyu menundukkan pandangannya. Lagi-lagi menghela napas. Ia menatap teman-temannya itu.

"Bukannya gue udah bilang berapa kali? Seharusnya emang kalian bunuh aja gue dari awal," jawabnya, kembali membelakangi mereka dan lanjut berjalan.

Namun, baru juga dua langkah, tiba-tiba langit mendadak gelap kemerahan. Seolah-olah ada yang menutupi matahari di siang itu.

Chani menyipitkan matanya dan menoleh ke arah matahari. Alisnya terangkat saat matahari itu terhalang oleh bulan.

Extraordinary Children [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang