{41} Hambatan

18 6 0
                                    

"Hangyul, lu sebenarnya nuntun kita bukan cuma karena mau bantu kita dan balas dendam ke Lucifer, kan, tapi mau kita bantu lu juga?"

Hangyul memberhentikan langkahnya dan menoleh pada Chani. Ia terkekeh, "Baru sadar?"

Yang lain membulatkan mata mereka. Jeno langsung menarik kerah Hangyul.

"Apa maksud lu? Apa yang lu mau lagi dari kita?" tanya Jeno.

"Emosi mulu ini anak satu. Kita seimbang. Lu butuh gue, gue juga butuh kalian," balas Hangyul. Jeno langsung melepaskan cengkeramannya dari kerah Hangyul.

"Emangnya lu butuh apa dari kita selain balesin dendam ke Lucifer?" tanya Doyeon.

Belum juga Hangyul sempat menjawab, tiba-tiba tanah yang menjadi pijakan mereka bergetar. Somi langsung memeluk lengan Doyeon. Pasukan neraka kemudian muncul dari dalam lava yang berada di sekitar mereka.

"Bantu gue lawan ini," jawab Hangyul, posisi sudah siap bertarung.

"Sial, gue pikir gak akan ada berantem-berantem lagi," ucap Somi, posisinya kini juga dalam posisi siap bertarung sama dengan yang lainnya. Ia kemudian memunculkan tombak dan perisai di tangannya.



BUGH! BUGH!


Jeno meninju salah satu pasukan neraka hingga pasukan tersebut terlempar dan melebur dengan sendirinya. Sama halnya dengan Hangyul. Somi melemparkan tombak ke salah satu pasukan neraka yang hendak menyerang Doyeon dari belakang. Tombak itu kemudian kembali terbang ke tangan pemiliknya.

Sementara itu, Doyeon melawan musuh mereka dengan mencoba mengangkat bebatuan menggunakan kekuatannya dan mengarahkannya pada pasukan neraka tersebut. Berbeda dengan Chani yang sibuk menghindari serangan para pasukan karena ia sendiri kini tidak memiliki senjata apapun ataupun kekuatan dan hanya mengandalkan teman-temannya saja. Tongkat tua yang sebelumnya ia gunakan kini entah ke mana.

"Gila, banyak banget," keluh Doyeon setelah menyerang salah satu pasukan dengan melayangkan gumpalan tanahnya, melihat pasukan neraka yang muncul kembali dari lava.

"Ini kayaknya gak akan habis-habis!" ucap Jeno sembari meninju salah satu pasukan neraka yang mendekat, "Ayo, kita sambil jalan!"

"Ke pintu itu!" tunjuk Hangyul ke suatu pintu di ujung jalan mereka.




.





Sesaat Hangyul dengan yang lainnya pergi, kelompok penyelemat-teman-yang-diculik alias Jinyoung, Mark, Lucas, Felix, dan Siyeon membuka pintu yang ditunjuk oleh Hangyul. Pintu setinggi tiga meter berbahan besi itu berderit saat terbuka dan suatu jalan.

Seperti sebelumnya, jalanan berupa tanah tandus itu dikelilingi oleh lautan lava. Tetapi, di ujung jalan terdapat kuali raksasa. Mereka berlima melangkah maju.

Saat semakin dekat dengan ujung jalan, pendengaran kelima remaja tersebut menangkap suara-suara yang tidak asing.



"Tolong...!"

"Siapa pun! Kita di sini!"

"Bebasin kita woy, dasar iblis!"



Kelima remaja tersebut saling bertukar pandang.

"Gue... gak salah denger, kan?" tanya Lucas, mencoba menajamkan pendengarannya.

"I heard that too. It sounds like... our friends," sahut Felix. Suara-suara itu seolah-olah mengelilingi mereka walaupun terdengar sedikit mengabur.

"Gue yakin itu dari kuali besar di sana," tunjuk Siyeon ke arah kuali raksasa di ujung jalan mereka.

"Kemungkinan sukma mereka ada di dalam sana," ucap Jinyoung lalu lari begitu saja disusul yang lainnya.

Extraordinary Children [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang