"Hange-san!" Mikasa mengikat tas berisi bahan-bahan makanan ke pelana kudanya. "Ini tas terakhir. Aku sudah siap!"
"Ya, aku juga," kata Hange sambil menepuk-nepuk leher kudanya. "Kita dapat bonus daging. Sasha pasti senang."
"Panen kali ini banyak sekali, Hange-san," Mikasa tersenyum seraya berjalan mendekati Hange. "Hasil ternak perlahan juga bertambah."
"Ya, ini patut disyukuri. Keadaan di sin sudah sangat membaik," ucap Hange. "Dalam beberapa minggu, kemungkinan kita akan kembali ke sini. Lebih tepatnya, Wall Sheena. Tapi, aku, Levi, Pyxis, dan Dalis masih harus berdiskusi lebih lanjut apakah Eren benar-benar bisa dibawa ke Wall Sheena atau tetap di markas."
"Kalau pun dia dibawa ke Wall Sheena, dia tidak boleh terlihat oleh siapapun. Aku tidak mau kita menjadi incaran mata-mata. Menurutku secara pribadi, lebih baik kita berada di markas. Entah sampai kapan, yang penting keberadaan Survey Corps dan Eren tidak diketahui oleh siapapun."
Mikasa mengangguk. "Hange-san, apakah benar Pyxis Shirei tidak mengetahui di mana lokasi markas kita?"
Hange menggeleng. "Tidak. Aku dan Levi memang merahasiakan markas kita agar tidak ada yang tahu kecuali Survey Corps. Pyxis sendiri juga menolak untuk tahu. Levi juga sudah bilang pada kalian 'kan, untuk tidak memberi tahu siapapun lokasi kita?"
"Ya, dia memberi tahu kami semua di hari pertama kita di markas," kata Mikasa. "Tapi, Hange-san, kapan kau mendapat keputusan dari Dhalis soal strategi baru untuk pergi ke Marley?"
Hange mendengus pelan. "Dhalis belum memberikan jawaban. Aku dan Levi juga belum dipanggil untuk rapat lanjutan. Aku pikir, rapat terkait strategi tidak akan berjalan dalam waktu dekat. Mata-mata yang kita kirim ke Marley pun belum memberikan kabar apapun sampai saat ini."
"Apakah... Mereka masih hidup, Hange-san?"
"Tak ada yang tahu. Jika sampai akhir tahun ini kita tidak juga mendapatkan kabar dari mereka, Survey Corps yang akan ditugaskan untuk pergi ke Marley. Hanya saja, kita belum tahu bagaimana caranya."
Mikasa tak menjawab. Pandangannya tertuju pada kuda milik Levi.
"Hange-san, kemana Levi Heichou? Daritadi, kau yang mengikat tas makanan di kuda Heichou," tanyanya.
"Kau ingin tahu dia ke mana?" Hange tersenyum lebar. "Ikut aku."
Hange berbalik menatap Anka, anak buah Pyxis yang membantunya dan Mikasa mempersiapkan bahan makanan untuk dibawa ke markas.
"Anka, aku lupa. Levi memintaku untuk mengambilkann daun teh favoritnya di kedai milik keluarga mendiang Gunther Schultz. Aku akan segera kembali," kata Hange. "Mikasa ikut bersamaku."
"Baiklah. Ngomong-ngomong, kemana Levi Heichou? 20 menit lagi, kalian sudah harus berangkat," ucap Anka.
"Dia sempat bilang mau ke rumah mendiang Oluo Bozado. Tenang saja, dia akan kembali tepat waktu. Titip kuda-kuda kami," kata Hange.
Anka mengangguk. "Roja, Danchou."
Hange dan Mikasa berjalan melewati beberapa rumah. Tiba-tiba, Hange berbelok ke kanan. Mikasa dengan cepat mengikutinya.
"Gear on," dan tubuh Hange langsung mengayun ke atas. Mikasa tersentak, namun dia mengikuti hingga keduanya tiba di atas Wall Rose.
Hange berjalan sedikit ke arah kanan. Dia dan Mikasa sudah di sisi Selatan Trost sekarang.
Hange berhenti berjalan dan berjongkok. "Di sini saja."
Mikasa ikut berjongkok di samping Hange. "Apa yang kita lakukan di sini, Hange-san? Tak ada orang di sini."
Hange menunjuk sebuah area di bawah dengan dagunya. Mikasa melihat area tersebut, yakni sebuah halaman kecil penuh rumput yang menempel ke tembok. Meski jaraknya jauh sekali, Mikasa melihat ada seseorang yang baru tiba.
Mikasa bicara terbata-bata. "Itu..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Attack on Titan: Voices
FanfictionSisi lain dari cerita yang kamu enggak akan dapatkan dari serial Attack on Titan / Shingeki no Kyojin. Yes, Their side stories and Eren's dream.