Ego

328 38 0
                                    


"Jean, sudah 20 menit," kata Sasha. "Kita seharusnya sudah berjalan ke Utara sekarang."

Jean membuka matanya. Dia menatap dedaunan rindang di atasnya dan mendengus keras.

"Ya, ya, ayo," Jean meregangkan tubuhnya. "Aku lapar."

"Aku bawa roti, tapi aku tidak mau berbagi," kata Sasha sambil menaiki kudanya.

"Enggak usah ngomong! Ngomong-ngomong, kalau di jalan ada pohon apel, berhenti dulu. Aku bisa makan satu dan kita bisa memetik beberapa untuk dibawa ke markas," ucap Jean seraya menaiki kudanya. "Hiah!"

Sasha dan Jean menunggangi kuda mereka ke arah Utara. Sekitar kurang lebih satu jam, mereka sudah tiba di titik yang telah ditentukan Levi untuk berhenti berpatroli.

"Utara aman," kata Jean sambil melihat sekeliling. "Tak ada penampakan Titan."

"Kita aman untuk kembali," ucap Sasha. "Ikuzo!"

Keduanya memacu kuda mereka kembali ke markas. Di tengah jalan, Jean melihat ada sungai di sisi kiri mereka.

"Oi, Sasha!" teriak Jean. "Ada sungai, aku ingin minum dan cuci muka."

Sasha mengangguk. Mereka pun pergi menuju sungai.

Sasha dan Jean turun dari kuda mereka. Jean langsung berjongkok dan membasuh wajahnya dengan air.

"Wah, segarnya," Jean terlihat semringah. "Bagaimana kalau aku mandi dulu?"

"Sembarangan!" Sasha turut membasuh wajahnya dengan air. "Aku tidak mau pandanganku ternoda."

Jean mengambil air dengan tangannya dan meminumnya sambil terkekeh-kekeh. "Sasha, kita duduk dulu di sini, bagaimana?"

"Kau tidak mau pulang cepat? Mikasa dan Connie memasak sup jamur untuk makan siang. Kau bilang kau lapar," jawab Sasha.

Tiba-tiba, Jean menunjuk ke pohon di depannya. "Oh, ada pohon apel. Kita bisa memetik beberapa."

Sasha dan Jean menyebrangi sungai dan mulai memetik beberapa apel.

"Apelnya belum begitu matang," kata Jean sambil mengigit apel yang baru dia petik. "Yang 

warnanya sangat merah tidak begitu banyak."

"Ambil secukupnya saja," kata Sasha sambil memetik sebuah apel.

Tak ada yang bicara selama keduanya memetik apel. Tak sampai lima menit, Sasha bersuara.

"Kau masih menyukai Mikasa, Jean?"

Kedua telinga Jean mendadak merah. "Apa maksudmu?!"

"Hanya bertanya," Sasha memasukkan sebuah apel ke tas makanannya. "Kulihat, akhir-akhir ini kau mulai tidak peduli padanya."

"Pertanyaanmu aneh," Jean berdeham dan kembali memetik apel. "Aku memperlakukan Mikasa dan kau dengan sama. Lagipula, tidak peduli bagaimana? Mikasa bukan orang yang suka diperhatikan. Dia sangat mandiri."

"Biasanya, setiap pagi kau selalu bertanya 'Apakah tidurmu nyenyak?' atau 'Kemana kau hari ini?' padanya. Sejak Mikasa dan Eren jaga malam bersama beberapa hari lalu, aku lihat kau tidak lagi menanyakan itu," kata Sasha.

Jean mendengus. "Sudahlah. Itu sudah tugas kita sebagai anggota Survey Corps."

Sasha tersenyum sambil memasukkan sebuah apel ke dalam tasnya. "Kelihatannya, kau sudah menerima kalau Mikasa memang dilahirkan untuk Eren."

Jean menoleh ke arah Sasha dengan cepat. "Oi, oi... Kenapa kau bicara seperti ini tiba-tiba?"

Sasha bersandar pada pohon, tepat di samping Jean. "Aku bergosip dengan Connie tadi pagi. Connie melihat Mikasa menangis di bagian belakang markas di malam dia dan Eren berjaga bersama. Kelihatannya, mereka bertengkar."

Jean mengernyit. "Tadi pagi mereka bicara seperti biasa. Kau juga lihat, 'kan?"

Sasha mengangguk sambil bersedekap. "Aku tahu itu, dan aku melihatnya. Tapi, Mikasa terlihat canggung."

"Bukankah Mikasa selalu terlihat canggung saat bicara dengan Eren?" tanya Jean.

"Tidak secanggung setelah mereka berdua jaga malam," kata Sasha. "Ada apa, ya?"

Jean terdiam sebentar. "Entahlah. Perlukah kita tahu? Tidak, 'kan?"

Sasha tersenyum lebar sambil memamerkan gigi-giginya. "Aku yakin kau pasti mau tahu. Kalau begitu, kita kembali ke markas. Apel yang kita petik sudah cukup banyak."

Attack on Titan: VoicesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang