See You Later, Mikasa

355 32 30
                                    


Eren berjalan sendiri di tengah ujan. Entah ke mana dia berjalan, dia tidak peduli. Eren hanya ingin sendiri dan membiarkan tubuhnya berjalan tanpa diminta.

Eren berjalan seorang diri selama 30 menit. Tubuhnya basah kuyup. Dia kedinginan. Tapi, rasa sakit di dadanya tetap tidak hilang. Dia kehilangan Mikasa, perempuan yang dia puja seumur hidupnya, untuk selama-lamanya.

Eren berhenti di sebuah taman. Dia duduk di atas bangku terbuat dari semen dan menyalakan rokoknya. Tangannya gemetar hebat, membuat pemantiknya gagal untuk menyala.

Eren membanting pematiknya ke tanah dan menonjok bangku yang ia duduki dengan kencang. Berkali-kali. Dia berhenti, mengatur napas, mengambil kembali pemantiknya, dan berusaha menyalakan rokoknya. Namun, rokoknya sudah sangat basah, tidak mungkin bisa terbakar.

Eren membuang batang rokok pertamanya dan mengeluarkan batang rokok kedua. Dia berusaha membakarnya. Dengan tangan gemetar penuh darah dan memar, pemantiknya berhasil menyala. Rokoknya terbakarnya, dan Eren mengisapnya dalam-dalam sambil menatap kosong ke depan.

Mikasa Ackerman sudah meninggal sejak di perjalanan. Kami sudah melakukan pertolongan kejut listrik tapi tidak berhasil karena dia sudah meninggal di perjalanan. Kami juga tidak bisa melakukan resusitasi jantung atau CPR, karena tulang rusuknya di bagian dada patah semua. Jika kami memaksakan CPR, patahan tulang akan melukai organ dalamnya.

Eren memijat-mijat dahinya. Rahangnya mengeras, bibirnya gemetar hebat. Omongan dokter tentang Mikasa sempat membuatnya kalap dan tangannya nyaris mengayun untuk memukul wajah sang dokter. Namun, Armin dengan cepat menahannya.

Sampai kapan pun, Eren tidak akan bisa melupakan omongan sang dokter. Semua tulang rusuknya di bagian dada patah. Apa rasanya? Mikasa pasti kesakitan banget. Dia enggak akan bisa nahan rasanya. Kalimat tersebut terulang berkali-kali di kepalanya.


Mi, sakit enggak, rasanya?

Tulang-tulang kamu patah, Mi.

Kayak apa rasanya, Mi?

Tapi, sekarang kamu udah enggak sakit, kan? Iya, kan?

Udah enggak ngerasain apa-apa, kan?

Kenapa enggak aku aja Mi, yang ngerasain itu?

Jadi, kamu enggak perlu ngerasain sakit.


Mi, aku sakit banget.

Aku hancur banget, Mi.

Aku remuk banget.

Badan aku berasa ditusuk-tusuk.

Kepala aku sakit banget.

Mi, terlalu cepet, Mi.

Aku belom bertekut lutut depan kamu sambil ngasih cincin loh, Mi.

Terus aku ngomong, "Would you marry me?"

"Kamu mau enggak, jadi temen hidup aku, sekarang dan selamanya?"

Aku mau kamu, Mi.

Dari dulu.

Dari kita masih kecil, aku udah suka banget sama kamu.

Aku mau kamu di hidup aku, Mi.

Sekarang dan seterusnya, di hidup ini.

Masa harus begini, Mi?

Attack on Titan: VoicesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang