The Difference - 3

209 34 0
                                    


Sasha terlihat berpikir.

"Perasaanku... Padanya?" Sasha mendengus. "Kami berteman baik. Sangat baik."

Eren terdiam sebentar. "Kau tidak pernah merasa... Suka padanya?"

"Oi, oi," alis Sasha naik sebelah. "Tentu saja tidak."

"Dia teman pertamaku saat kita semua masih menjadi kadet, Eren. Aku akui, kami sama-sama suka melakukan hal bodoh dan bercanda tak kenal waktu. Kami berteman baik. Kami bersahabat baik."

"Kalau kau bilang, 'Kita tidak tahu perasaan Connie yang sebenarnya', kau benar. Aku tidak tahu. Tapi, aku yakin Connie memiliki perasaan yang sama denganku. Aku menganggapnya sebagai saudaraku, kembaranku. Aku yakin sekali."

"Apa yang membuatmu yakin?" tanya Eren.

"Aku tidak pernah memperlakukan Connie spesial. Aku memperlakukannya sama seperti yang lain, termasuk kau, Eren. Tapi, untuk berbagi rasa, seperti rasa takut, senang, dan lain-lain, aku mendahulukan Connie karena aku lebih mengenalnya dibanding kalian. Hanya Connie yang paling mengerti aku, begitu juga sebaliknya."

Eren kembali terdiam.

"Jika kau membandingkan hubunganku dengan Connie dengan hubunganmu dan Mikasa, tentu itu tidak bisa. Hubunganku dengan Connie dan kau dengan Mikasa sangatlah berbeda, Eren."

Eren menatap Sasha. Dia terkejut Sasha bisa membaca pikirannya.

"Kau mengenal Mikasa sudah jauh lebih lama daripada aku mengenal Connie. Kalian selalu bersama sejak kecil dan tinggal di rumah yang sama. Kau bertemu dengannya setiap hari, saat kau bangun tidur sampai kau mau tidur. Kau makan makanan yang sama dengan Mikasa setiap hari. Kau mencari kayu bakar bersama Mikasa setiap minggu. Beda, Eren," ucap Sasha.

Eren bergeming, Dia mengisap rokoknya dan mematikannya di asbak.

"Aku tidak tahu bagaimana mengekspresikan ini, tapi... Aku sangat menyayangi Mikasa. Aku sayang sekali padanya. Tapi..."

"Tapi karena kalian sudah hidup bersama sejak kecil dan status kalian seperti keluarga, kau tidak memperbolehkan dirimu untuk melewati batas 'keluarga' itu, Eren?"

Eren menganga menatap Sasha.

"Wajahmu merah, Eren," Sasha tersenyum lebar sambil menenggak tehnya.

"Bu... Bukan begitu!" Eren mendesis. "Aku hanya..."

"Aku hanya merasa Mikasa menganggapku sebagai kakak laki-lakinya... Itu, sih."

Sasha menarik napas panjang dan mendengus keras. "Eren, hidup dengan orang lain sejak kecil tidak menjadikan kalian sedarah, 'kan? Darah orang tuamu tidak mengalir di dalam dirinya. Mikasa adalah seorang Ackerman, dan kau adalah seorang Yeager. Kalian berbeda. Walaupun kalian menganggap satu sama lain sebagai keluarga, kau dan Mikasa tetap orang lain dengan tanda kutip. Paham maksudku?"

Sasha berhasil membuat Eren diam tak bergerak. Eren hanya menatap gelas tehnya yang sudah tak lagi hangat tanpa mengeluarkan suara sedikit pun.

"Mungkin kau merasa aneh," kata Sasha. "Seiring berjalannya waktu, perasaan kalian berubah. Tidak ada masalah dengan itu. Masalahnya hanya ada di kalian, kalian yang menahan rasa itu."

Eren menghabiskan tehnya dan kembali menatap Sasha. "'Kalian?'"

Sasha kembali mendengus keras. "Kau belum mengerti juga, Eren?"

Eren melongo.

"Sebaiknya kau berpatroli sekarang. Giliranmu untuk memeriksa area belakang markas. Aku tunggu di sini setengah jam lagi. Saat kau tiba di sini lagi nanti, aku sudah membuatkanmu kentang goreng," kata Sasha.

"Oi, Sasha... Kau belum menjawab pertanyaanku," ucap Eren.

"Ya, setelah kau berpatroli. Cepat, pergi sana," kata Sasha sambil cekikikan.

Attack on Titan: VoicesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang