Connie menatap Mikasa. "Mikasa, kau tidak apa-apa? Untung itu beruang, kalau tid..."
"Maafkan aku, Connie," jawab Mikasa. "Seharusnya aku tidak pergi sendiri. Seharusnya kita membangunkan Levi Heichou dan pergi bersama."
Connie mendengus. "Tidak apa-apa, Mikasa. Aku pegang omonganmu. Omong-omong, sampai kapan kalian akan bergenggaman tangan?"
Eren dan Mikasa sama-sama menunduk melihat tangan mereka yang saling menggenggam. Keduanya pun langsung menarik tangan masing-masing.
"Ah..." Eren berdeham. "Mikasa, jangan begitu lagi."
Mikasa mengangguk pelan. "I-iya."
Eren menatap Mikasa. "Jangan buat aku khawatir. Kau selalu seperti ini, mengambil risiko besar sendirian. Aku tidak menyukainya."
"Iya, Eren. Kau sudah bilang tadi," jawab Mikasa.
"Aku serius," suara Eren terdengar tegas. "Tetap bawa lenteramu jika ada kejadian lagi seperti tadi. ODM Gear tidak akan berguna."
"Iya, Eren. Sebaiknya kau tidur daripada marah-marah," Mikasa menjawab dengan ketus.
"Hei, dengar," Eren menunduk mendekatkan wajahnya pada wajah Mikasa. "Aku marah karena kau sering seperti ini. Aku bilang apa tadi? Jangan sombong. Kau memang hebat, paling hebat di antara kita semua. Tapi, jangan sembarangan bergerak apalagi saat..."
"Sembarangan, katamu? Aku sangat berhati-hati di dalam hutan dan aku berhenti menggunakan ODM Gear karena jarak pandang yang buruk. Aku sadar dan aku berhati-hati!"
"Tapi kau sendirian dan tidak ada yang menjagamu! Kau bilang itu tidak berhati-hati?"
"Aku sudah siap untuk menembakkan flare gun agar Connie tahu lokasiku!"
"Kalau Connie bisa bergerak cepat dan tidak ada halangan untuk segera menuju ke arahmu. Kalau Connie baru bergerak saat kau menembakkan flare gun, bagaimana? Connie bisa menyalahkan dirinya sendiri karena terlambat menyelamatkanmu!"
"Oi, oi, sudah-sudah," Connie melerai Eren dan Mikasa. "Yang penting, kita sudah aman sekarang. Eren, tidur sana. Aku dan Mikasa harus kembali berpatroli."
Eren menarik tubuhnya ke belakang, masih menatap Mikasa. "Pikirkan orang-orang yang sangat memikirkanmu, dan aku peduli padamu. Sangat peduli."
Eren menepuk bahu Connie dan berbalik menuju markas. "Hati-hati kalian. Connie, marahi saja Mikasa kalau dia sudah mulai impulsif."
"Bawel," Mikasa berbisik pada dirinya sendiri. "Aku tahu aku salah dan aku sudah minta maaf. Dia tidak perlu menceramahiku seperti itu. Levi Heichou saja tidak memperpanjang masalah ini, kenapa dia emosi sekali?"
Connie tersenyum lebar menatap Mikasa. "Karena Eren peduli padamu, Mikasa. Dia khawatir sekali."
"Saat aku sedang mempertanyakan diriku sendiri apakah aku harus membangunkan orang-orang dulu lalu menyusulmu atau langsung mencarimu, Eren menampakkan diri dari jendela. Dia berteriak dan bertanya kenapa aku marah-marah di atap, dan aku bilang kau pergi ke dalam hutan untuk memeriksa lonceng yang berbunyi. Eren menghilang sebentar untuk memakai sepatu, melompat dari jendela ke pagar, dan berlari ke dalam hutan mencarimu."
"Dia khawatir sekali padamu, Mikasa. Maklumi saja dia begitu."
Mikasa menghela napas panjang dan mendengus keras. "Ya, aku mengerti."
"Dia sayang sekali padamu, Mikasa," Connie tersenyum lebar sambil memperlihatkan gigi-giginya. "Dia takut wanitanya terluka dan sendirian di dalam hutan."
"Connie!" Mikasa mendesis. "Sudah, sudah! Mana apel untukku?"
"Siap, segera aku potongkan untukmu, Nyonya Yeager," dan Connie berlari menuju markas.
Wajah Mikasa mendadak merah. "Connie!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Attack on Titan: Voices
FanfictionSisi lain dari cerita yang kamu enggak akan dapatkan dari serial Attack on Titan / Shingeki no Kyojin. Yes, Their side stories and Eren's dream.