"Eren, kita kembali saja," Connie melihat sekeliling. "Ini tempat terbuka, aku ngeri kalau ada Titan muncul tiba-tiba. Tak ada pohon."
"15 menit," jawab Eren yang sedang tiduran di atas rumput dengan. Lengan kanannya dijadikan sebegai penutup wajahnya agar terhindar dari silau matahari. "Istirahat selama 30 menit tidak akan menjadi masalah. Tak ada tanda-tanda Titan juga."
Connie mendengus dan mengambil botol minumnya. "Aku rindu tinggal di Trost. Aku rindu bertemu dengan banyak orang."Eren tidak menjawab. Connie yang duduk di samping Eren menaruh botol minumnya di sampingnya dan menatap lurus ke depan.
"Aku lelah menjadi santapan Titan," kata Connie. "Rasanya, jantungku tak pernah berhenti berdebar selama kita berada di sini."
"Mungkin karena aku," jawab Eren. "Bedanya, aku tidak menyantap manusia."
Connie kembali mendengus. "Beda, Eren."
Connie menoleh ke arah Eren. "Kapan terakhir kali kau merasa jantungmu berdebar hebat, Eren?"
Eren terdiam sejenak. "Entahlah. Yang jelas, setiap aku berubah menjadi Titan, jantungku selalu berdebar dengan sangat kencang."
Kedua alis Connie terangkat. "Apa yang kau pikirkan saat kau berhadapan dengan Titan lain, Eren?"
Eren tidak langsung menjawab. "Aku takut aku akan kalah. Terkait pertanyaanmu, jantungku berdegup sangat kencang saat aku berhadapan dengan Reiner dan Bertolt."
"Saat itu, aku merasa aku tidak boleh kalah dari mereka. Mereka adalah pengkhianat, mereka adalah musuh. Tapi, mereka juga orang-orang terdekatku yang aku hormati. Serba salah memang, dan aku rasa itu yang membuat jantungku berdegup kencang."
Connie bergeming dan tersenyum tipis. "Kalau hal lain?"
"Maksudmu?"
"Hal lain, seperti saat bertemu seseorang."
"Perasaan, maksudmu?" tanya Eren dan Connie mengangguk.
Lengan Eren terangkat. Dia kini memandang langit yang berawan dan menjadikan lengan kanannya sebagai bantalan kepalanya.
"Mikasa," jawab Eren.
Connie melotot. "Wow, seperti apa rasanya?"
"Dia orang yang sangat penting bagiku, begitu juga Armin. Kau tahu, kami selalu bersama sejak kecil."
"Mikasa selalu ada di sisiku. Dia tidak pernah pergi. Dia..." Eren berhenti sebentar. "Dia adalah keluargaku satu-satunya."
Connie kembali bergeming. "Dia begitu spesial untukmu, Eren?"
"Ya, tentu saja. Dia tinggal bersamaku selama bertahun-tahun. Aku bertemu dengannya setiap hari, saat aku bangun tidur sampai aku mau tidur."
"Apakah kau merasakan hal yang berbeda, Eren?"
"Seperti?"
"Yah, kau tahu, tak ada pertalian darah di antara kalian. Mikasa memang keluargamu, tapi dia tetap orang lain."
Connie berdeham. "Apakah kau menyukai Mikasa?"
Eren menatap Connie. Wajahnya terlihat serius. "Aku, menyukai Mikasa?"
"Y-ya, seperti itu," Connie bicara dengan terbata-bata. "Apakah kau pernah merasa... Menyukainya?"
Eren menarik bagian atas tubuhnya dan duduk bersila. Masih menatap Connie, Eren memangku dagunya dengan tangan kirinya.
"Aku tak pernah memikirkan hal itu," jawab Eren.
Connie memandangi Eren dengan mulut menganga. "O-oh, baiklah."
"Tapi," suara Eren sedikit meninggi. "Aku memang merasakan hal yang berbeda."
Connie menatap Eren tanpa suara seraya mengerucutkan bibirnya. "Kau bingung dengan perasaanmu selama ini, Eren?"
Eren melirik rumput di depannya. Jemarinya pun bergerak memainkannya.
"Aku tak pernah menganggap perasaan seperti itu penting sejak dulu. Aku merasa, aku tak bisa membedakannya. Kenapa menurutku tidak penting, karena kondisiku tidak memungkinkan untuk memikirkan hal itu lebih jauh. Apa yang terjadi pada kita sekarang ini jauh lebih serius daripada itu."
"Tapi, aku juga ingin tahu perasaanku sendiri. Apa yang telah kita lalui selama ini membuatku mati rasa, tapi ada beberapa momen yang membuatku kembali merasa bahagia. Salah satunya, saat aku melihat kalian, terutama Mikasa."
"Di satu sisi, aku tahu dia tidak akan mati. Entah kenapa, aku percaya itu. Mikasa adalah perempuan tangguh dan hebat. Dia mandiri, dia bisa menjaga dirinya sendiri dengan baik. Tapi, di saat aku melihat wajahnya, aku merasa tenang. Bukankah perasaan itu wajar setiap kali kau melihat anggota keluargamu hidup dan sehat?"
"Kau terlalu serius menanggapi dirimu sendiri, Eren," Connie menepuk bahu Eren. "Santai sedikit. Kau harus ebih terbuka pada dirimu sendri."
KAMU SEDANG MEMBACA
Attack on Titan: Voices
FanfictionSisi lain dari cerita yang kamu enggak akan dapatkan dari serial Attack on Titan / Shingeki no Kyojin. Yes, Their side stories and Eren's dream.