PODCAST #24

754 176 4
                                    

Happy Reading❤️
Jangan lupa tinggalkan jejak!

Nada meringis ikut merasa kesakitan, sesekali wajahnya ditutupi dengan jemarinya lalu melihat kembali kearena ring. Kedua lelaki diatas ring itu nampaknya juga kelelahan setelah saling lawan dan melempar tinju. Seolah dengan begitu perasaan keduanya bisa lega dan terbayarkan.

Nada meringis lagi, jadi tempat inilah yang menyatukan Bian dan Ardan. Tempat inilah yang membuat kedua cowok itu akhirnya memilih untuk berteman baik. Nada bersyukur karena Ardan sudah bisa membuka diri, terlebih dengan Bian yang memang memiliki sifat dewasa dan bisa diandalkan. Sifat kedua cowok itu memang bertolak belakang, tapi Nada yakin mereka cocok jika bersahabat.

Nada sudah tau semuanya, soal kisah keluarga Bian yang saat diceritakan oleh cowok itu sampai membuatnya menangis. Meski tidak bisa merasakan apa yang dirasakan Bian, namun Nada mengerti ada kesedihan dimata cowok itu.

Nada juga sudah mendengar soal perkara pertengkaran kemarin, gara-gara mantan kekasih Bintang bernama Vero. Vero yang posesifnya menyeramkan dan berbahaya, kata Bian.

"Bian, mau lawan gue gak?" Tanya Nada berjalan mendekati ring, memberikan dua botol minuman masing-masing pada Ardan dan Bian yang sedang istirahat. Wajah Nada berubah tersenyum sangat manis padahal baru saja dia sedang melamun dengan raut wajah sedih.

Bian tersenyum segaris, kepalanya menggeleng. "Gue gak bisa ngelawan cewek." Ujarnya santai. Sembari kakinya turun dari panggung ring.

Nada membulatkan mata, bertepuk tangan. "Wow!" memuji gaya bicara Bian.

Sedangkan Ardan tersenyum diujung bibirnya. Cowok itu juga turun dari panggung ring dan bergabung duduk dengan Bian dan Nada. "Udah biasa dia." Sambungnya.

"Cepet banget lo belajarnya. Keren." Nada unjuk gigi dengan dua jempol naik keatas.

Bian hanya terkekeh kecil.

Ardan yang duduk disamping Nada tiba-tiba beranjak, "tunggu sini, gue ambilin makanan."

"Widih, ada angin apa lo?" Ledek Nada mendongak.

"Gue gajian hari ini, jadi gue traktir." Kata Ardan.

Nada mengangkat jempolnya lagi, "hebat! Sohib gue udah bisa cari uang sendiri padahal masih sekolah."

"Lebay lo." Ardan menapel dahi Nada pelan, tidak lama terkekeh. Lalu hilang dibalik pintu.

Nada mendengus, matanya beralih menatap Bian. Tiba-tiba saja hatinya kembali merasakan sakit, sepertinya Bian benar-benar sangat terluka karena ayahnya. Nada masih sangat khawatir pada cowok itu.

"Bian?" Panggil Nada.

"Hem?" Mata Bian melurus menatap Nada dengan senyum kecil diujung bibirnya.

Nada menggaruk kepalanya yang tidak gatal, berdehem sebentar akhirnya dia memberanikan diri untuk bertanya.

"Ayah lo, gimana sekarang? Masih sering pulang malem?" Tanya Nada hati-hati.

"Masih." Senyum kecut Bian, "gak taulah, biarin aja." Jawabnya. Seolah tidak ingin membicarakan lagi sosok ayahnya karena terlalu banyak luka yang didapat.

"Sorry, bukannya gue sok tau Bian. Tapi menurut gue, lo harus ngobrol berdua sama ayah lo. Lurusin apa yang mau lo sampein ke bokap lo, kayaknya dengan begitu lo bisa dapet solusi."

Bian diam sebentar, matanya kembali menyorot mata Nada, "menurut kamu, saya bisa begitu sama ayah?" Tanyanya tidak yakin.

Nada mengangguk tegas, "bisa dong. Kenapa harus gak bisa, kalau lo berusaha baik sama ayah lo, gak ada alasan buat ayah lo marah-marah sama lo kan? Dan gak mungkin juga ayah lo gak mau ngomong sama anaknya sendiri. Ya kan?" Tiba-tiba saja suara Nada meninggi, jadi antusias sendiri untuk menyambungkan kembali hubungan seorang anak dan ayah itu.

Podcast Bian [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang