Jadi, udah nentuin mau naik di kapal mana.
Komen ya!❤️Bian???
Ardan???
⛅️⛅️⛅️
"Ardan! Lo kenapa?"
Ardan menunjuk ranselnya yang terjatuh dibawah meja, bibirnya pucat pasi, masih dengan erangan sambil memencet perutnya. Sepertinya cowok itu sedang menahan perih.
"Ambilin, obat, gue." Pinta Ardan gagu. "Argghh!!"
Nada mengangguk panik, dia segera mengambil ransel itu dibawah meja. "Aaahh!" Kepalanya tidak sengaja terbentur atap meja, karena terburu-buru. Tangannya terulur mengambil ransel itu lalu duduk dikursinya. "Dimananya?" Tanya Nada membongkar seluruh isi tas Ardan tapi tidak menemukan obat apapun.
"Depan." Kata Ardan masih sibuk memegangi perutnya.
Kasihan sekali Nada melihat wajah itu. "Nih nih! Minumnya? Aduhh!" Paniknya melirik kesembarang tempat, sampai akhirnya menemukan sebotol air di laci meja Sinta. Segera ia ambil untuk diberikan pada Ardan.
"Minta ya Sin." Ucap Nada entah pada siapa, ia membantu membuka tutup botol itu karena Ardan tidak sanggup membukanya. Mungkin karena terlalu lemas.
Ardan menghela nafas normal, cowok itu menegak habis airnya lalu melirik kearah Nada yang sudah bersandar di kursi dengan tarikan nafas panjang.
"Gue kira bakal jadi tersangka pembunuhan. Gara-gara lo mati di kelas dan cuma ada gue disini." Kata Nada mengelus dada, lega.
Ardan tersenyum kecil, satu jarinya mengetuk kepala Nada. "kebanyakan nonton film lo."
Nada mendengus, "gue takut lo kenapa-kenapa tau. Kalau sakit jangan masuk dong." Keluhnya. "Kalau gue tadi gak dateng terus lo jadi mayat gimana? Kan ser,-"
Ardan langsung menarik Nada kedalam pelukannya, membuat gadis itu diam seribu bahasa.
Nada melebarkan mata, situasi macam apa ini. Jantungnya kembali berdegub, ini gara-gara pelukan Ardan yang tiba-tiba. Bukan karena hal lain, iya.
"Thanks." Ucap Ardan pelan. "Biarin gue begini lima menit." Katanya mengeratkan pelukan.
"Hah!" Nada ingin melepas pelukan itu namun segera Ardan tahan. Gadis itu benar-benar tidak bisa lepas dan pasrah dipeluk Ardan.
Lima menit itu lama, asal tau saja. Nada beberapa kali meremas segaramnya karena diterpa rasa panik. Bagaimana kalau ada yang melihat mereka seperti ini? Akan jadi bulan-bulanan satu sekolah karena pasti ada gosip aneh-aneh soal dirinya dan Ardan. Kalau dulu, Nada mungkin mengharapkan hal ini terjadi. Tapi sekarang, entah kenapa Nada merasa tidak nyaman.
"Dan, gue bau matahari loh. Kan gue habis olahraga." Kata Nada akhirnya dilepaskan oleh Ardan. Mungkin lima menit itu sudah habis.
"Pantes gue nyium bau sangit." Kata Ardan mengedarkan pandangan kesegala arah.
Nada berdecak, "ck sialan lo."
Ardan melirik Nada, "thanks." Katanya lagi.
Nada membalas lirikan itu, "udah dua kali Dan. Tiga kali dapet kulkas lo."
Ardan mengulurkan tangan, "thanks." Katanya tersenyum miring, "mana kulkasnya?"
Nada terkekeh, "dasar gila."
Ardan tertawa kecil.
"Lo udah gakpapa Dan?" Tanya Nada masih setengah khawatir. Bibir Ardan memang masih pucat tapi wajahnya sudah tidak lagi kesakitan seperti tadi. Malah sudah bisa mengejek Nada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Podcast Bian [COMPLETE]
Teen FictionHallo, aku Bian. Balik lagi di Podcast , "Bandung tanpa kamu" Hari ini kisahku memilukan, untung Bandung tidak turun hujan. Kalau iya, pasti akan tampak lebih dramatis. Dan aku tidak suka hal yang terlalu berlebihan. Well, Aku dan Bintang putus. ...