PODCAST #37

590 139 2
                                    

Happy Reading❤️

⛅️⛅️⛅️

Gudang kosong dibelakang sekolah yang besarnya seperti lapangan basket, dijadikan tempat hukuman oleh Pak Yoga. Pintar sekali guru itu, memilih tempat seluas ini yang isinya super berantakan, menyuruh orang-orang yang bermasalah karena perkelahian tadi membersihkannya dalam waktu kurang lebih 2 jam.

Mungkin Nada dan yang lain akan terjebak sampai magrib.

"Enak ya, pacar kesangan lo itu bisa kabur." Senyum miring Nada setengah berteriak. Bermaksud menyindir Cakra yang memilih membersihkan di ujung ruangan. Berpisah dengan yang lain.

Tentu saja Cakra tidak membalas ocehan Nada karena dia kalah jumlah. Iya, Salsa dan Gina berhasil lolos dari Pak Yoga. Tapi Nada dan teman-temannya lengkap tertangkap.

Ada Bian, Ardan, Langit dan Keira. Semuanya sibuk membersihkan gudang dengan hikmat.

"Aku udah bilang kalau jangan inisiatif buat lawan Cakra sendiri. Kenapa gak didenger?" Lirik sekilas Bian dengan gumaman yang tentu sengaja hanya bisa didengar oleh Nada yang menyapu lantai disamping Bian.

"Gue udah bilang, gue gak nyari ribut sama Cakra. Kenapa sih gak percaya!" Keluh Nada dengan suara agak tinggi, membuat yang lain menoleh kecuali Cakra diujung sana yang pasti tidak akan dengar.

Masalahnya, Bian itu sudah tanya tiga kali. Nada tau Bian khawatir padanya, tapi entah kenapa Nada merasa seperti tidak bisa melakukan apa yang dia mau.

Lagi pula, Nada seperti ini kan karena sedang membela Langit. Dia tidak terima ada orang lain yang mencaci Langit. Cukup dirinya yang boleh mengejek Langit.

"Aku gak suka kamu berantem-berantem sok jagoan Ri. Kamu ini cewek." Bian meninggalkan sapunya tergelak sembarangan dilantai.

Nada juga begitu, gadis itu menguncir kuda rambutnya sambil tersenyum kecut tidak terima. "Emang kenapa kalau gue cewek? Ada larangan buat berantem? Kenapa sih, kenapa gue harus selalu ngalah sama Cakra. Lo lupa kalau dia itu orang yang ngehancurin acara lo?" Engah Nada karena mengoceh dalam satu tarikan nafas.

"Ri kan aku udah pernah bilang kal,-"

"Apa! Kalau lo bisa urus urusan lo sendiri? Kalau gitu buat apa lo pacaran sama gue? Buat apa ada gue! Udah aja kita ngurus urusan kita masing-masing."

Kali ini Nada sudah emosi, matanya memerah. Padahal dia sedang ingin diperhatikan karena wajahnya sakit sekali. Tapi Bian malah menghakiminya.

"Rii." Panggil Bian ingin menggenggam tangan Nada namun Nada mundur dua langkah.

"Langit, lo kerjain tugas gue. Gue pulang duluan!" Nada langsung berlari mengambil ranselnya dan pergi dari ruangan tanpa menatap Bian lagi.

⛅️⛅️⛅️

Bian juga mengambil ranselnya untuk menyusul Nada namun lengannya dihadang oleh Ardan.

"Saya harus nyusul Mentari." Ujar Bian, tidak peduli gaya bicaranya berubah. Ia bahkan tidak memperhatikannya karena tidak sadar.

"Minta maaf lo ke dia." Kata Ardan melepaskan cekalannya.

Bian mengerutkan kening, kenapa seolah kalimat Ardan memerintahnya. Seolah Ardan lebih tau perasaan Nada daripada dirinya. Dan entah kenapa Bian tidak suka kalimat Ardan barusan.

"Saya lebih tau Mentari." Ujar Bian penuh penekanan.

Ardan tersenyum miring, "kalau lo tau, lo gak akan ngelarang Nada buat ngehancurin Cakra."

Podcast Bian [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang