" Studio Podcast Barunya Bian "
Bian terengah, dia melirik kedua temannya yang sama-sama kelelahan sepertinya. Danu dan Hamdan masih sibuk mencerna makanan ringan yang disediakan Bi Imah. Sesekali tersenyum melihat hasil kerja mereka. Luar biasa perubahan yang berbeda dari yang sebelumnya.
"Bangga saya sama diri sendiri." Kata Hamdan menepuk dada. "Kenapa dari dulu gak begini sih, lebih seger gitu bisa sambil liatin pemandangan dari atas rumah kamu." Tambahnya.
Bian terkekeh, dia melihat tatanan baru studionya yang dipindah paksa ke lantai tiga. Tidak lagi berada disebelah kamarnya. Kebetulan ada ruangan kosong yang tidak terpakai dan ada jendela besar disana, sehingga jika semua peralatan ditata ditengah jendela tersebut mereka akan bisa siaran ditemani langit yang mulai berubah warna.
Bian memutuskan untuk memulai podcast episode ke 101 dengan tanpa kisah Bintang. Dengan suasana baru, semoga saja semua menjadi berubah kearah lebih baik.
"Studio yang lama kan punya Bintang. Kalau studio ini punya siapa? Harus kisah baru dong." Tandas Danu.
Hamdan tersenyum penuh arti, "punya Mentari. Kamu denger kan penutupan di akhir episode 100-nya si Bian. Pasti buat si pemilik akun Mentari yang selalu kasih dia komentar paling pertama itu." Tebaknya langsung disetujui oleh Danu.
Sedangkan Bian tersenyum tipis, dia menaikkan bahu. Tanda tidak tau apa kisah selanjutnya yang akan dia bawakan. Perkara kisah Mentari, Bian akan memikirkannya lagi karena setelah episode ke 100-nya tayang, Mentari tidak muncul dikolom komentarnya seperti yang sudah-sudah. Nada yang ditemui kemarinpun diam saja, tanpa tau apa-apa.
"Positif aja Mentari-Mentari itu belum denger podcast kamu." Hamdan menepuk sebelah bahu Bian.
⛅️⛅️⛅️
Nada meringsuk dibawah selimut, malam ini gerimis. Pintu balkonnya sengaja ditutup rapat karena hawa dingin mulai menyerang. Nada mencoba menutup matanya namun terus gagal. Sialan Ardan, bisa-bisanya memenuhi kepalanya disaat seperti ini. Bukan cuma si Ardan, tapi juga si Bian.
Ardan dengan kisah perceraian kedua orang tua cowok itu, lalu Bian dengan kisah Bintangnya.
"Arghhh!" Nada meremas rambutnya dan mengambil posisi duduk bersila di kasur. Pusing dengan nama dua cowok itu yang terus memutar di kepalanya.
"Ardan udah gakpapa kan? Tapi kayaknya dia biasa aja." Nada menggigit bibir bawahnya, meskipun Ardan tidak cerita padanya, dia tau bahwa cowok itu masih tidak baik-baik saja. "Ck, dia kan juga gak punya temen. Tu anak pasti gak bisa curhat ke siapa-siapa."
Nada nampak berfikir, apakah dia harus berteman dengan Ardan? Ini bukan perkara Move On lagi, tapi perkara teman satu kelasnya ada masalah dan Nada harus membantu. Lagi pula tidak ada satu orangpun yang mau mendekat pada Ardan, jika wajah cowok itu seseram gengster. Ardan itu dingin tapi trouble maker, dulu waktu sekolah di Jakarta, cowok itu selalu mencari masalah dan terus masuk BK. Mungkin gara-gara keadaan keluarga Ardan sehingga cowok itu begitu. Semacam cari perhatian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Podcast Bian [COMPLETE]
Teen FictionHallo, aku Bian. Balik lagi di Podcast , "Bandung tanpa kamu" Hari ini kisahku memilukan, untung Bandung tidak turun hujan. Kalau iya, pasti akan tampak lebih dramatis. Dan aku tidak suka hal yang terlalu berlebihan. Well, Aku dan Bintang putus. ...