2 - Loh, Kamu?!

5.6K 416 11
                                    

Sebuah kebetulan atau memang sudah direncanakan? Oleh takdir, mungkin?–Lentera Sagita

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sebuah kebetulan atau memang sudah direncanakan? Oleh takdir, mungkin?
Lentera Sagita.

🦋

"Tidak. Aku hanya menyikatnya. Dengan ... sikat WC."

Dia lantas melotot. "Apa lo bilang?!"

Aku meringis pelan. Mati aku! Aku melirik Dewa. Wajah cowok itu bahkan sampai merah padam. Aku mencoba berpikir, di mana salahku? Seharusnya dia dong yang salah, toh aku sudah mencucinya. Melaksanakan tugasku dengan baik. Dia saja yang memang menyebalkan.

"Lo cuci pakai sikat WC?!"

"I-iya. Memang apa salahku?"

Kulihat dia berjalan mendekat padaku. Menunjuk keningku dan menghempaskannya kasar. Hampir saja aku terjatuh. Tapi, aku tidak berani untuk melawannya. Kalian tahu? Dewa itu seperti macan, aku tidak mau dimangsa dengannya lagi. Aish, menyebalkan!

"Lo tanya salah lo?! Lo punya otak nggak sih?!"

Tunggu. Sebenarnya yang bodoh itu dia atau aku sih? Jelas-jelas aku punya otak. Toh, mana ada manusia yang tidak punya otak. Kebanyakan makan garam ini si kakak kelas menyebalkan!

Dia menarik daguku, menyuruhku untuk menatapnya. Aku menutup mata. Aku takut. Siapa pun tolong aku! Senja di mana kamu? Ibu? Mira? Bapak? Siapa pun tolong aku! Aku kasih makanan kesukaan Mira deh nanti, dijamin kalian suka.

Huh ...

Dia meniup wajahku. Astaga untung saja dia tampan, pasti mulutnya wangi. Mau menciumnya tidak?

"Buka mata lo!"

Dia ini sebenarnya titisan apa sih? Ngomong tinggal ngomong kok harus ngegas sekali. Aku melirik sekitar, semua yang ada di kantin menatapku dengan Dewa. Oh ayolah, aku tak suka menjadi pusat perhatian seperti ini. Ini lagi, teman sedang kesusahan kok malah merengek-rengek kepada Fajar. Dasar Senja! Bucin akut!

"Tatap mata gue!"

"Tidak. Nanti kamu hipnotis aku lagi. Terus ambil uang ku!"

Aku berkata refleks. Perkataan itu keluar begitu saja dari mulutku. Bagaimana ini? Lihatlah manusia tampan namun sifatnya galak seperti macan itu, dia menatapku begitu tajam. Minta dicolok nih matanya?

"Lo!" ucap Dewa kepadaku geram. Aku meringis. Hendak kabur, akan tetapi dia menahanku. Mengurungku agar aku tidak bisa pergi. Sudah seperti ayam saja aku ini. Ah, jadi makanan si macan dong aku nanti?

"Iya, Kakak tampan?" balasku cengengesan. Toh, dia memang tampan. Tapi, galak. Aku bahkan sempat terpana. Sebentar saja. Ingat itu! Aku masih mengagumi sosok Taksa, ya!

Dia tambah melotot. Menatapku geram. "Boleh aku pergi?"

Sempat-sempatnya aku bertanya seperti itu. Huh ... dasar Lentera bodoh!

KAKAK KELAS [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang