30 (a) - Sesungguhnya.

1.7K 191 1
                                    

Katakan jika tidak suka, jauhi walaupun tidak rela, setidaknya kamu tidak masuk ke dalam lingkaran bodoh bernama cinta

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Katakan jika tidak suka, jauhi walaupun tidak rela, setidaknya kamu tidak masuk ke dalam lingkaran bodoh bernama cinta.
Marsya Claudia Amanda.

🦋

"Dan lo mau nyerah gitu aja, Sa? Gitu aja? Setelah lo mendapatkan apa yang lo mau? Lo mau melepaskan semua yang lo dapat segampang itu? Bego lo, Sa," decak Maula kesal. Ia duduk menyenderkan punggungnya sembari menghela napas panjang. Tak lupa dengan tangan yang memijit pelipisnya yang terasa pusing.

"Terus? Setelah lo lepasin dia gitu aja, apa nggak ada rasa kecewa dalam diri lo, Sa? Atau, emang aslinya lo yang nggak ada rasa sama sekali sama Lentera? Rasa lo cuma buat Luna kali," timpal Marsya ikut menuntut Taksa agar memberi alasan.

Taksa berdecak. "Nggak. Gue selama ini cuma anggap Luna temen, nggak lebih. Dari kecil gue udah tau sikap dia kayak gimana. Dan gue yakin Luna cuma ..."

"Cuma apa? Nggak ada yang murni dari persahabatan cowok sama cewek, Sa! Lo pikir gue nggak ngerasain? Gue kenal Dewa udah lama, dan ya, nggak mungkin nggak ada sedikitpun rasa yang muncul. Sekedar kagum, itu pasti ada." Marsya yang lelah dengan apa yang ia lihat di hadapannya hanya bisa mengeluarkan unek-uneknya tanpa memberi solusi lebih lanjut.

Taksa hanya diam. Tak memberi tanggapan atas apa yang Maula dan Marsya katakan. Benar, tak ada yang murni di dunia ini. Sekalipun ia membohongi orang lain, tetapi ia tak bisa membohongi perasaanya sendiri. Luna adalah orang yang tepat untuknya. Namun Lentera adalah orang yang ia inginkan. Terserah apa kata orang, Taksa tak peduli itu.

"Apapun yang udah lo pegang atau lo genggam, jangan lo lepas. Sekali lo lepas dan lo mendapatkan hal itu lagi, itu nggak akan sama," ujar Maula tiba-tiba.

Melihat arah tatapan Maula, Marsya mengerti apa yang gadis itu katakan. Jauh di depan mereka, ada seorang siswa yang tengah mengambil ponselnya yang jatuh dan tak sengaja terpijak.

"Kayak hp itu. Awalnya saat orang itu menggenggam hp itu kuat-kuat, semuanya baik-baik aja. Tapi setelah tangannya mulai kendor untuk pegang hp itu, hp itu jatuh dan retak. Mungkin masih bisa diperbaiki, tapi hasilnya nggak akan sama," imbuh Marsya melengkapi kata-kata Maula yang rasanya masih kurang.

"Tepat! Marsya bener, Sa. Antara Lentera dan Luna itu ada di dalam diri lo sendiri. Kita nggak ngerasain apa yang lo rasakan. Itu kembali ada di diri lo sendiri. Lo penutup konflik ini. Lo milih Lentera, semuanya selesai. Mungkin Dewa juga akan ngerti. Lo pilih Luna, mungkin Dewa dan Lentera juga akan balik lagi."

Taksa menatap Maula yang baru saja berkata, lalu beralih pada Marsya yang mengangguk pelan. "Oke, gue pilih Lentera," putusnya final lalu pergi begitu saja.

Maula dan Marsya saling bertatapan. Mereka sama-sama menghela napas panjang. Entah masalah ini akan semakin panjang atau tidak, itu ada pada mereka masing-masing. Di sisi lain Lentera mendengar semuanya. Gadis kuncir satu itu terdiam di tempatnya.

Kamu yang buat semuanya rumit, Ra. Andaikan kamu nggak punya rasa sama Dewa, pasti semuanya juga bakal baik-baik aja, batin Lentera lalu pergi meninggalkan tempat itu.

🦋

Spike keras yang Dewa lakukan berhasil mengalihkan banyak perhatian. Wajahnya yang berkeringat dan terlihat merah padam membuat banyak gadis terjerat dalam pesona yang Dewa miliki. Setelah merasa puas melampiaskan emosinya, Dewa mengambil satu air mineral dan meminumnya.

Fajar menepuk pundak Dewa. "Kenapa? Kecewa?" tanyanya dengan senyum mengejek.

"Nggak," jawab Dewa malas.

Lantas lelaki yang masih mengenakan seragam olahraga itu kembali mengambil bola, bedanya yang ia ambil adalah bola basket. Fajar menggeleng pelan, ia hapal betul bagaimana kelakuan Dewa jika sedang galau. Olahraga adalah pelampiasan Dewa jika sedang galau.

Fajar melempar kulit kacang dan tepat mengenai kepala Dewa. "Nih, buat lo yang bego nggak mau ngungkapin perasaan lo ke dia."

Lemparan kedua. "Nih, buat lo yang kecewa karena kelakuan lo sendiri."

Lemparan ketiga. "Nih, buat lo yang sukanya main kode-kodean sama orang yang lo suka."

Lemparan keempat. "Nih, buat lo yang bego karena nganggep orang yang lo suka bakal ngerti sama apa yang lo kodein."

Lemparan kelima. "Nih, buat lo yang suka berpikir positif kalo dia bakal balas perasaan lo padahal dia aja nggak tau apa yang lo rasakan."

Lemparan keenam. "Nih, buat lo yang cemburu tapi nggak mau bilang!"

Lemparan ketujuh. "Nih, buat lo yang katanya ikhlas dia sama yang lain padahal lo sendiri pengennya dia sama lo!"

"Lempar aja terus, lempar!" teriak Dewa kesal. Walaupun begitu tak bisa ia pungkiri bahwa apa yang dikatakan Fajar tadi adalah benar adanya.

Fajar tersenyum manis dan mengambil satu bola basket dan melemparkannya ada Dewa dan mengenai perut lelaki itu. "Buat lo yang selalu mencoba menyingkirkan perasaan yang ada dalam diri lo!"

Dewa menghela napas berat. Jika di film-film maka telinga Dewa akan mengeluarkan asap dan wajahnya akan merah padam karena marah. Namun, ia tak bisa marah karena yang dikatakan Fajar adalah fakta.

Gue pikir suka sama lo nggak bakal nyakitin, eh ternyata sama aja. Bangsat! batin Dewa kesal sembari mencopot sepatunya dan melemparkannya pada Fajar.

"Mamam noh sepatu!"

🦋

Yey, 10 part lagi selesai😃

29 April 2021.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.









KAKAK KELAS [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang