20 - Balikan.

2.2K 223 9
                                    

Mencoba tuk ikhlas, tapi tak ingin melepas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mencoba tuk ikhlas, tapi tak ingin melepas. Merasa kehilangan padahal belum pernah tergenggam.
Lentera Sagita.

🦋

Empuknya kasur menyentuh punggung. Langit-langit kamar yang tenang ku tatap. Mengangkat ponsel, akun Instagram milik Dewa memenuhi layar. Foto waktu Dewa kecil terpampang. Dengan rambut pirang serta gigi tengahnya yang ompong. Tanpa sadar bibirku ikut tersenyum. Aku bimbang. Perkataan Taksa tadi sore itu seperti sebuah jebakan. Aku berkata iya, maka ada yang terluka di dalam sana. Jika aku berkata tidak, aku yakin Taksa pasti akan mengira bahwa aku menyukai Dewa. Walau nyatanya memang begitu.

Tubuhku terangkat untuk duduk. Beralih duduk ke kursi belajar. Menatap sebuah buku kecil yang aku sebut sebagai diary. Aku membukanya, lembaran pertama tampak. Membuatku kembali tersenyum.

Milik Lentera, jika kau berani membuka dan membacanya, berarti kau orang yang tak tau diri.
–Lentera Sagita.

Benar. Aku akan menganggap orang itu tak tau diri jika sampai berani membuka diary milikku. Atau sebut saja sebagai curahan hatiku dalam bentuk tulisan. Jika ada yang membukanya, bisa aku pastikan orang itu tak tau yang namanya privasi.

Kini giliran lembaran kedua yang terbuka. Aku tersenyum geli. Diary ini tampak usang karena sudah lama. Dari SD bahkan. Aku menyimpannya sebagai kenangan. Bagaimana dulu lucunya aku ketika mencurahkan isi hati. Walau sekarang pun masih sama memalukannya. Tanganku terjulur mengambil sebuah bolpoin khusus. Menuliskan sesuatu di sana.

Ada yang menyuruh untuk bersuara
Meski akhirnya tak berani mengucap sepatah kata
Memilih untuk diam
Hingga menimbulkan luka yang terpendam
Jauh di dalam sana
Ada rasa yang tengah mendesak untuk berbicara
Tentang dia...
Yang selalu mengusik jiwa

Lentera.

Entah siapa yang aku maksud dalam tulisan ini. Tentang dia yang selalu datang dan mengusik pikiran. Dia yang menyebalkan. Namun terasa sepi jika tak ada dia. Dia? Apakah itu Dewa? Yang aku sebut sebagai si tampan tapi menyebalkan. Ah, benarkah aku memiliki rasa? Ragu rasanya untuk menetapkan.

Deringan ponsel terdengar. Menimbulkan getaran di meja belajar. Aku mengambilnya, melirik nama kontak yang tertera. Taksa, meneleponku malam-malam seperti ini.

"Halo?" sapaku terlebih dahulu.

"Halo, Ra. Gue jemput mau, ya? Ini anak-anak pada ngumpul. Dewa ngadain acara, Ra."

Acara apa, ya? pikirku mulai menerka-nerka.

"Boleh, Kak. Lentera siap-siap dulu."

"Iya. Lagian gue juga udah di ruang tamu. Lagi ngopi nih sama bokap lo," kata Taksa sembari tertawa membuatku melotot kaget.

KAKAK KELAS [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang