25 - Sepertinya, Memang Kamu.

1.9K 218 8
                                    

Di kala aku mencintainya, dia sudah ada yang punya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di kala aku mencintainya, dia sudah ada yang punya. Mari balikkan badan dan kembali pada realita yang ada.
Ghama Dewa Baskoro.

🦋

Dewa menendang motornya kesal. Hari sudah beranjak sore. Dewa celingak-celinguk mencari kendaraan umum, tetapi sudah 30 menit ia berdiri di tempat ini tak ada satu pun kendaraan yang lewat. Sialnya lagi, ponselnya hilang begitu saja ketika ia menyelematkan Lentera tadi. Nasib sial sedang menghampiri Dewa sekarang.

"Kakak kenapa?" tanya Lentera yang kebetulan lewat dengan sepeda ontelnya.

Dewa mendengkus. "Mata lo gunanya buat apa sih, Ra ...? Please, lah. Gue lagi nggak mood buat berantem."

Lentera menaikkan satu alisnya. Dia turun dari sepeda dan mengamati motor Dewa. Mulai dari spion hingga ke ban. Berlagak seperti orang yang tau tentang motor, Lentera berkata, "Oh, motor Kakak mogok, ya?" tanya Lentera polos. Ah tidak, ini sudah melebihi polos alias bego.

Dewa tersenyum manis, lebih tepatnya tersenyum terpaksa. Dia mengacak-acak rambut Lentera gemas. Antara ingin mengamuk. Di antara beribu-ribu orang di dunia ini, mengapa harus Lentera yang hadir di sini? Di hadapannya?

"Oh mogok, ya? Kok gue baru tau, Ra? Untung lo datang ke sini, ya," ucap Dewa sok-sok tidak tau jika motornya tengah mogok.

"Jadi Kakak enggak tau gitu kalau motor Kakak mogok?"

Dewa mendengkus. Dia mengacak rambutnya frustrasi. "Gue tau Lentera! Gue udah tau dari tadi! Lo ngeselin ya lama-lama! Gue bogem sini lo!" teriak Dewa gemas.

"Galak," gumam Lentera pelan sembari mengedarkan pandang.

Dewa menghela napas. Diusapnya dadanya agar rasa ingin menerkam Lentera sedikit pudar. Sungguh, Dewa tak habis pikir dengan gadis bernama Lentera ini. Emang polos atau pura-pura polos, sih? Ah sudahlah.

"Kakak pulang sama Lentera aja," ucap Lentera memecah keheningan.

Dewa menoleh. "Sama lo? Naik sepeda butut itu? Ogah!" tolak Dewa mentah-mentah.

Lentera menatap Dewa yang mengedarkan pandangannya ke arah lain. Lentera mengangguk. "Oke. Lentera duluan, ya!"

Melihat Lentera menjauh dengan sepedanya, Dewa mulai gusar di tempat. Dia tidak takut dengan preman atau penjahat semacamnya, tetapi jika sampai makhluk tak kasat mata berkeliaran di tempatnya. Dewa sungguh takut. Dewa menelan ludah. Dia melirik Lentera yang masih belum jauh. Tidak ada pilihan lain, ikut gadis itu sepertinya tidak terlalu buruk.

"Ra! Tungguin woi!" teriak Dewa agar Lentera mau berhenti.

Lentera memberhentikan sepedanya. Dia menoleh menatap Dewa. "Katanya enggak mau?"

"Banyak omong lo!" jawab Dewa ngegas. Cowok itu hendak memegang stang sepeda Lentera, tetapi Lentera menghalau tangan Dewa.

Dewa berkacak pinggang. "Minggirin tangan lo. Biar gue yang bonceng."

KAKAK KELAS [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang