Ekstra Part 4

4K 147 6
                                    

Hidup adalah pilihan, dan orang yang ku pilih untuk menjadi pendamping hidupku adalah kamu, Ghama Dewa Baskoro

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hidup adalah pilihan, dan orang yang ku pilih untuk menjadi pendamping hidupku adalah kamu, Ghama Dewa Baskoro.
—Lentera Sagita.

🦋

Algi Taksa Aldebaran.

Siapa sangka kakak kelasku yang dulu aku kagumi kini sudah tiada? Mungkin raganya sudah tak ada, tetapi namanya tetap ku ingat sampai kapanpun itu. Kala aku mendengar ia sudah tak ada karena kecelakaan, aku benar-benar merasa kehilangan. Apa lagi setelah malam ia melepaskanku demi Dewa, sahabatnya.

Seharian itu aku mengurung diri di kamar, bahkan Dewa sempat kelimpungan saat aku tak mau mengatakan sepatah kata apapun. Tidak, aku hanya kehilangan sesosok Kakak seperti Taksa.

Ia lelaki yang baik, ia akan merelakan apapun miliknya jika itu akan terasa lebih baik untuk orang di dekatnya. Sejujurnya aku rindu Taksa, senyumnya, cueknya, bagaimana dia berbicara, dan lain-lain. Terhitung sudah belasan tahun ia meninggalkan kami. Walaupun kami sering mengunjungi makam Taksa, tetapi rindu itu juga tak kunjung usai. Huh.

"Kakak tau nggak, sih? Lentera kehilangan Kakak banget. Makasih untuk semuanya, Kak. Maaf Lentera jarang banget kunjungi makam Kakak. Kakak orang baik, mungkin itu alasan Tuhan buat jemput Kakak duluan. Kakak ibarat sebuah bunga indah, yang buat orang-orang tertarik untuk petik. Lentera duluan, ya, Kak."

Aku mengelus nisan bertuliskan nama Algi Taksa Aldebaran itu. Saat berbalik, ku temukan Dewa tengah tersenyum. Ia memang sengaja menungguku sampai puas berada di sini. Dulu pun ia berjanji akan menemaniku jika ingin mengunjungi makam Taksa.

"Kamu lama banget, Ra. Gala pasti udah ngomel karena kamu nggak masak. Mencak-mencak tuh anak pasti," ujar Dewa membuatku terkekeh geli.

Waktu bergulir begitu cepat. Mungkin, sudah bertahun-tahun lamanya aku menjalani rumah tangga bersama Dewa. Berawal dari telat sekolah dan aku menjatuhkan seragamnya, sekarang ia malah menjadi suami sekaligus ayah dari anak-anakku. Di umurnya yang sudah tak lagi muda, wajahnya masih tetap tampan. Terkadang juga ia masih mengajari dua putra kami bermain voli.

"Iya, Mas, Alea pasti juga tungguin. Ayo," kataku sembari menggandeng tangannya.

Ah, perkenalkan anak perempuan satu-satunya di keluarga Baskoro. Namanya, Alea Giannina Baskoro. Anak ketiga sekaligus putri satu-satunya yang sangat kami sayangi. Ia lahir di saat Gala berusia 6 tahun. Sekarang ia berumur 11 tahun. Sifat cerewetnya sama sekali dengan Dewa. Mungkin, hanya Galen yang lebih pendiam dari saudara-saudaranya.

"Bangsul, lu tai! Tangganya mana bangsat?!"

Sesampainya di rumah, suara gaduh berasal dari genteng membuatku mendongak. Dan sudah bisa dipastikan suara rusuh itu adalah suara Gala. Entah apa yang anak itu lakukan.

"Galen woi! Gue mau turun ye bangsat! Lo juga bocah jangan cengar-cengir!" gertak Gala.

"Anak kamu ngapain sih, Ra? Kurang kerjaan banget kayaknya," gumam Dewa, ikut melihat ke arah atas.

KAKAK KELAS [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang