Petikan gitar mengiringi nyanyian dari anak-anak yang tengah berkumpul dalam sebuah posko pengungsi. Ada sekitar dua puluh anak lebih yang ada disini, dengan berbagai usia. Mendapat perhatian anak-anak tersebut tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Bahkan untuk mengumpulkan mereka dalam satu tempat seperti ini juga butuh perjuangan.
Tetapi Kabuto dengan mudahnya menarik perhatian mereka. Hanya bermodal gitar cokelat dalam dekapannya, anak-anak tersebut seakan terhipnotis dengan kehadirannya. Hati Sakura menghangat menyaksikan hal itu. Tawa polos dan senyum manis yang tercipta dari wajah-wajah tanpa dosa itu membuat Sakura merasa bahagia.
Pandangan Sakura berkeliling, menatap satu persatu anak yang tengah menggoyangkan badan kekiri dan kekanan, mengikuti alunan lagu yang sedang dibawakan. Namun tiba-tiba ia berhenti pada satu titik. Pandangannya mengarah pada seorang anak yang dikenalnya. Sejak awal anak berumur lima tahun tersebut memang sudah tidak memberikan sikap terbuka. Kalau bukan karena dorongan dari orangtuanya, Sakura yakin, anak itu tidak akan mau berada disini.
Sakura kemudian mendekat. Tubuhnya menurun, dan ia duduk mensejajarkan diri. Sedikit merapatkan tubuhnya dengan tubuh anak itu. Namun dalam beberapa saat, Sakura tidak melakukan apa-apa. Ia hanya duduk dalam diam disisi anak tersebut.
"Ah, bosen. Nyanyiannya gak seru." Sakura tiba-tiba bersuara. Ia sedikit merunduk ketika mengucapkan kalimat tersebut.
"Kamu bosen juga gak?" Kepala Sakura mengarah pada anak itu.
Mereka sempat bersitatap, walau hanya beberapa detik. Selepas itu anak tersebut kembali menatap kedepan dengan tanpa ekspresi dalam wajahnya.
Melihat respon seperti itu Sakura kembali bersuara, "Ibu mau keluar ah, bosen banget disini ya."
Tidak ada sahutan, namun Sakura tahu bahwa Yuina, anak itu kini tengah menatap dirinya. Sakura hendak mengangkat tubuhnya untuk bangun, ia melirik Yuina.
"Kamu mau ikut? Jalan-jalan diluar sama ibu." Sebenarnya, Sakura tidak begitu yakin dengan ajakkannya. Mengingat sangat sulit sekali berinteraksi dengan anak berambut indigo itu.
Tetapi ketika nekat Sakura mengulurkan tangan kehadapan Yuina, anak itu serta merta dengan tanpa paksaan menyambutnya. Yuina meraih tangan Sakura tanpa keraguan dalam gerakkan. Mengetahui rencananya berhasil, Sakura tersenyum bahagia. Ia menggenggam erat tangan kecil nan halus Yuina.
"Yuina maunya kemana?"
Mereka bergerak menuju pintu keluar posko. Ino yang melihat sempat ingin menghampiri Sakura. Tapi hanya dengan gerakkan tangan didada oleh Sakura, Ino menghentikan niatnya.
"Bilang sama ibu. Yuina mau kemana, nanti kita kesana."
"Pulang."
Sakura menoleh spontan. Ia menatap Yuina yang hanya fokus pada jalan didepan. "Pulang?" Tanya Sakura, sangat pelan hingga bahkan Yuina sendiri tidak dapat mendengarnya.
"Yuk, kita ke ayah."
"Yuina mau pulang!"
Sakura menghentikan jalan ketika Yuina tiba-tiba berhenti. Genggaman ditangannya dilepas secara paksa oleh Yuina yang kini memasang ekspresi kesal. Pipi anak itu menggembung, bibir ranumnya sedikit maju kedepan.
"Kerumah?"
Kepala Yuina mengangguk walau ekspresinya masih tetap sama.
"Ibu gak tau rumah Yuina."
Sambil berucap demikian, Sakura mensejajarkan diri. Ia sungguh tidak memikirkan apapun saat ini, kecuali bagaimana cara membuat Yuina bahagia. Maka dalam sekejap, Sakura memberikan ekspresi ceria pada Yuina, disusul dengan sebuah pertanyaan, "gimana kalau Yuina yang tunjukkin jalannya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby Breath
FanfictionSuatu hari bencana tsunami melanda Kota Kirigakure. Sakura memutuskan untuk membantu dengan mengikutsertakan diri menjadi relawan. Namun dalam perjalanan mengabdikan diri pada negara, luka lama yang belum benar-benar sembuh kembali terbuka. Hatinya...